Keduaagama ini muncul pada dua waktu yang berbeda (Hindu: ±1500 SM, Budha: ±500 SM), namun berkembang di Indonesia pada waktu yang hampir bersamaan. Munculnya agama Hindu dan Budha di Indonesia berawal dari hubungan dagang antara pusat Hindu Budha di Asia seperti China dan India dengan Nusantara.
- Sejak akhir masa prasejarah, sudah terjadi kontak antara masyarakat Nusantara dengan pendatang. Kontak tersebut terutama berkenaan dengan perdagangan. Dalam buku Sejarah Nasional Indonesia II 2008 karya Marwati Djuned Pusponegoro, jauh sebelum kedatangan budaya India ke Nusantara, di derah-daerah pesisir pulau di Nusantara telah dihuni beberapa kelompok masuarakat dengan bahasa awal kedatangan masyarakat Austronesia, mereka sudah mengenal pelayaran antarpulau, bahkan mungkin sudah menjelajahi samudera. Ketrampilan menyeberangi samudera dengan alat angkut yang dibuat sendiri, mendorong mereka untuk dapat berhubungan dengan bangsa-bangsa lain di tempat yang jauh untuk aktivitas niaga. Sejak akhir Masehi, bangsa-bangsa di Asia telah melakukan aktivitas niaga, termasuk diantaranya India dan China. Bangsa India datang ke Nusantara disinyalir dalam usahanya menemukan komoditi rempah-rempah yang sudah lama dikenal hingga ke juga Kehidupan Masyarakat Masa Hindu Buddha Di Nusantara, jalur pelayaran yang orang-orang India tempuh melalui Selat Malaka ke arah tenggara melalui perairan Sumatera, Selat Bangka, dan Laut Jawa. Di beberapa tempat mereka menjumpai hunian di beberapa tempat di Pesisir Timur Sumatera dan Pesisir Utara Jawa. Kontak yang terjalin antara masyarakat Nusantara dengan masyarakat luar memasuki era sejarah yang mengenalkan aksara dari India, juga agama Hindu-Buddha, serta isntitusi kerajaan dari India. Perkembangan profesi masa Hindu Buddha Profesi pada masa Hindu pada umumnya mulai berkembang kepada teknologi yang lebih maju. Banyak logam yang dimanfaatkan sebagfai bahan baku alat-alat. Hal ini membuktukan bahwa bahwa banyak barang-barang yang diperlukan. Bahkan dengan akat logam tersebut muncul profesi baru seperti tukang kayu, batu, dan lainnya.
Kebudayaanyang masuk ke wilayah Nusantara, antara lain dipengaruhi oleh agama-agama besar di dunia, yaitu Hindu, Budha, dan Islam. Untuk itulah kerajaan-kerajaan yang ada di wilayah Nusantara tidak bisa lepas dari pengaruh agama tersebut di atas. Untuk lebih jelasnya, uraian di bawah ini akan membahas tentang tokoh-tokoh sejarah sesuai dengan
Kami mengulas tentang Temukan Kesinambungan Sejarah Antara Hindu Budha Dengan Masa Islam. Buku Sejarah Indonesia Wajib Sejarah Budaya Syiah Di Asia Tenggara Bayt Al Hikmah Pendidikan Agama Hindu Berita Damar Panuluh Nusantara Misteri Pria Yang Tersesat Di Kerajaan Jin Damar Panuluh Bab V Itulah yang bisa kami bagikan terkait temukan kesinambungan sejarah antara hindu budha dengan masa islam. Admin blog Seputar Sejarah 2019 juga mengumpulkan gambar-gambar lainnya terkait temukan kesinambungan sejarah antara hindu budha dengan masa islam dibawah ini. Simak Contoh Soal Sbmptn Sejarah Materi Pergerakan Nasional Untitled Buku Sejarah Kelas 10untuk Siswa Pdf Document Sebutkan 5 Negara Di Belahan Bumi Utara Timur Selatan Dan Periodesasi Sejarah Peradaban Islam Kompasianacom Baznas Provinsi Bengkulu Bersama Kemenag Seluma Monitoring Pendidikan Dan Pembelajaran March 2017 Smpmts Vii Ilmu Pengetahuan Sosial Dianarfan Asbahri Kelas 10 Sejarah1tarunasena Untitled Kota Padang Wikipedia Bahasa Indonesia Ensiklopedia Bebas Pendidikan Dan Pembelajaran March 2017 Pendidikan Dan Pembelajaran Temukan Kesinambungan Sejarah Pendidikan Dan Pembelajaran March 2017 Waspada Senin 17 Desember 2018 By Harian Waspada Issuu Demikian pembahasan temukan kesinambungan sejarah antara hindu budha dengan masa islam yang dapat admin sampaikan. Terima kasih telah mengunjungi blog Seputar Sejarah 2019. SejarahXI Squad, tahu nggak kalau berdasarkan arkeologi, terdapat beberapa pembabakan zaman di Indonesia. Dimulai dari zaman prasejarah, zaman klasik atau dikenal juga dengan zaman Hindu-Buddha, zaman Islam, dan zaman kolonial. Zaman Hindu-Buddha di Indonesia disebut juga sebagai masa klasik karena pengaruh kehadirannya yang kuat di Indonesia. Golongan besar Islam berpandangan bahwa perkembangan Islam terjadi di masa-masa transisi kemerosotan pengaruh peradaban India di Kepulauan Melayu-Indonesia. Pandangan ini sekaligus menggarisbawahi bahwa Islam berkembang dalam keadaan yang relatif damai. Para pembawa Islam pada periode transisi ini tidak serta merta melakukan kudeta kebudaayan atau politik, sehingga mengakibatkan kehancuran peradaban Hindu-Budha yang “telah bertahan” selama kurang lebih seribu tahun di Kepulauan Melayu. Perlu pula dipahami bahwa “perkembangan Islam” yang dimaksud di sini merupakan tahapan lanjutan dari tahapan “kedatangan Islam”. Kedatangan Islam di Indonesia sendiri, sebagaiamana dipahami oleh beberapa sejarawan, arkeolog, dan tokoh Islam, sebetulnya telah terjadi sejak awal abad permulaan Islam. Sementara para pembawa Islam masih merintis jalan da’wahnya di negeri kepulauan ini, pengaruh peradaban Hindu-Budha terus berkembang. Dalam bidang politik, yang sering menjadi perwujudan perkembangan Hindu-Budha tersebut, kerajaan-kerajaan Hindu dan Budha silih berganti. Hingga menjelang abad ke-13 dan dua abad selanjutnya, muncullah Kerajaan Majapahit yang menjadi “simbul kemegahan” dan “puncak-puncak kemegahan peradaban Hindu Budha” meminjam istilah Slamet Muljana di Indonesia. Tetapi, kita juga perlu maklum. Tampilnya wujud puncak peradaban tersebut sebetulnya juga menjadi titik kritis. Ia juga melebarkan jalan transisi ke arah perubahan kepada munculnya wujud peradaban baru dalam hal ini adalah Islam. Tampilnya puncak-puncak peradaban Hindu-Budha tersebut, segera diikuti dengan kemerosotan agama, moral, dan politik. Salah satu sebab penting terjadinya kemerosotan politik, misalnya, adalah tampilnya elite-elite yang saling memperebutkan kekuasaan. Perebutan kekuasaan dilakoni oleh anggota keluarga dinasti Rajasa RaJasawangsa, wangsa yang didirikan oleh Ken Arok. Sehingga, perebutan kekuasaan ini lebih merupakan konflik internal, atau masalah yang terjadi dari dalam kerajaan-kerajaan tersebut, dibanding faktor dari luar. Dalam Sejarah Kebangkitan Islam dan Perkembangannya di Indonesia kemudian ditulis SKIPI, KH Saifuddin Zuhri, salah satu dari golongan Islam, menelaah satu narasi tentang perkembangan Islam dan masa transisi peradaban tersebut. Hemat kami, narasi ini sangatlah penting dipahami secara khusus untuk umat Islam sendiri. Selain memahami nalar sejarah Islam di Indonesia yang berlaku secara alamiah, umat Islam akan menemukan tema gagasan penting tentang persejarahan Islam yang pernah dipikirkan oleh para tokoh dan pemikirnya terdahulu. KH Saifuddin Zuhri jamak kita kenal sebagai Menteri Agama Republik Indonesia pada Kabinet Dwikora I dan II 1964-1966 dan Ampera I 1966-1967. Sebagian besar kehidupannya diketahui dari memoir biografis sekaligus sketsa antropologis mengenai sebuah pesantren di kota kecil, Sokaraja tempat kelahirannya, yang ditulis pada tahun 1974 Guruku Orang-orang dari Pesantren. Ia lahir pada tahun 1919 di Banyumas. Guruku adalah karya yang memikat bagi penikmat karya autobiografi. KH Saifuddin Zuhri sejak lama terbiasa menceritakan pengalaman masa kecilnya. Kisahnya pada tahun 1929-an, misalnya, ketika ia menjalani pendidikannya di Sekolah Ongko Loro dan “Sekolah Arab” Madrasah al-Huda asuhan salah seorang guru pertamanya Ustadz Mursyid. Dalam Guruku juga, KH Saifuddin Zuhri menceritakan pengalamannya sebagai seorang pemuda yang telah berani merintis lembaga pendidikannya sendiri, di tengah-tengah suasana kolonialisme. Ia juga menceritakan aktifismenya dan persinggungannya dengan para kyai Nahdhatul Ulama, terutama KH Wachid Hasyim dan KH Hasyim Asy’ari.[1] Dalam otobiografi tersebut, hemat penulis, penulisnya sangat jelas merepresentasikan diri sebagai “Orang-orang Pesantren” yang sangat peduli terhadap penghidupan Islam dan umatnya di Indonesia. Sarat dengan nilai perjuangan, Guruku sekaligus menempatkan KH Saifuddin Zuhri dalam barisan tokoh dan pejuang Islam di Indonesia. SKIPI adalah salah satu karya monumental KH Saifuddin Zuhri, bukan saja sebagai karya penulisan sejarah, tapi juga merefleksikan pandangan-pandangannya sebagai tokoh dan pejuang Islam di Indonesia. Sumbangan Karya tentang Peradaban Islam di Indonesia SKIPI bukan karya historiografi biasa. Meski tidak dapat diperbandingkan dengan karya-karya sejarawan akademik dengan “sejarah kritis”nya, karya ini menjadi penting dalam menawarkan pandangan Islam dalam melihat persejarahan Indonesia. SKIPI memang tidak sendiri. Kita bisa membandingkan karya HAMKA, Sejarah Umat Islam, dengan SKIPI. Buku-buku karya begawan dan tokoh Islam ini penting untuk diwariskan kepada generasi umat Islam. Bukan sekedar untuk menyerap materi sejarah yang terdapat dalam karya tersebut, yang lebih penting adalah pandangan penulisnya terhadap persejarahan Islam di Indonesia. Dalam SKIPI, KH Saifuddin Zuhri bukan saja hendak sekedar menerangkan secara kronologis persejarahan Islam di Indonesia begitu saja. Di bagian awal, seperti yang dapat kita lihat dalam “Daftar Isi”, KH Saifuddin Zuhri seolah berusaha mencantumkan “pikiran besar” dalam Islam, untuk meihat persejarahan Islam. Seperti yang ia tunjukkan pada bab “Madzhab dalam Hubungannya dengan Cara Melaksanaan Syari’at Islam”. Pada bab itu, KH Saifuddin Zuhri menegaskan kedudukan, semacam profil, Islam yang telah terbit sebagai sebuah bangunan yang utuh. Kehadiran Islam di Indonesia, oleh karenanya, tidak dapat dilepaskan dari semangat ini. Islam yang hadir dan berkembang di Indonesia tidak dapat dipisahkan begitu saja dari perkembangan Islam yang telah ada di pusat-pusat peradaban Islam.[2] KH Saifuddin Zuhri. Tokoh NU. Selain itu, sangat khas nampaknya, tipikal karya semacam SKIPI ini merasa perlu untuk “mempersoalkan” pandangan-pandangan yang tidak sesuai dengan jiwa Islam sebagaimana yang KH Saifuddin Zuhri tunjukkan dalam mengkritik “otoritas orientalisme”. Menurut KH Saifuddin Zuhri, penulis-penulis sejarah yang berasal dari Indonesia pun harus adil dalam menimbang melakukan kritik karya-karya para orientalis ini. KH Saifuddin Zuhri menegaskan, para orientalis ini, jelas, menggunakan kaca mata Barat baca framework, yang, menurutnya, merupakan permasalah tersendiri. Secara alamiah, KH Saifuddin Zuhri memberi catatan “Mengenai sebagian kaum orientalis Barat, kita tidak boleh mengabaikan faktor-faktor yang meliputi alam kejiwaan mereka serta latar-belakang penulisannya. Suatu ketika mereka menulis sejarah Islam sambil jiwanya diliputi oleh sikap membenci Islam. Suatu ketika sedang diliputi kebimbangan setelah melihat bagaimana Islam merupakan faktor kenyataan yang tidak bisa dibantah 
. Sebagai orang yang bukan pemeluk Islam tentulah mereka tidak terikat untuk mempercayainya.”[3] Selain itu, SKIPI menyajikan pembahasan menarik dan dirangkai dengan narasi, yang hemat penulis merupakan, bandingan dari narasi yang ditawarkan oleh beberapa pihak tentang Islam di Indonesia. Hemat penulis, narasi-narasi tersebut memang kurang utuh dalam melihat persejarahan awal Islam di Indonesia. Misalnya narasi mengenai asal usul para penda’wah awal Islam di Indonesia. Beberapa waktu lalu, penulis dihubungi oleh seorang murid. Murid mengeluhkan adanya penjelasan mengenai para penda’wah Islam yang datang dari India dan berprofesi sebagai pedagang. Mengapa penjelasan ini berbeda dengan materi yang pernah ditunjukkan penulis berdasarkan karya-karya sejarah dalam buku SKIPI ini. Dalam pada itu, KH Saifuddin Zuhri yang telah menulis SKIPI pada tahun 1976 menegaskan kembali “Islam dari Arab” yang pernah didiskusikan secara serius pada bulan Maret 1963 dalam Seminar tentang Sejarah Masuknya Islam ke Indonesia di Medan. Ia menulis “Ada suatu sumber sejarah yang menerangkan bahwa Mubaligh-Mubaligh Islam buat pertama kali ke Indonesia datang dari Gujrat pantai barat India, daerah sebelah barat Ahmadabad. Hal itu harus diartikan demikian Mubaligh-Mubaligh itu datang dari Makkah – Madinah, mungkin saja sebagian lewat Yaman dan sekitarnya, lalu singgah beberapa waktu di Gujrat sebelum meneruskan perjalanan mereka ke Timur Indonesia – Malaysia – Filipina. Kemungkinan itu benar juga, mengingat bahwa perjalanan ke Timur itu ditempuh dengan perahu-perahu layar mengharungi samudera Indonesia dan amat jauh menempuh perjalanan. Menurut sejarah, pada tahun-tahun itu di pantai barat Pakistan yang sekarang, sudah banyak menetap imigran-imigran Arab. Janganlah dilupakan bahwa Arab kecuali terkenal sebagai pelaut. Rempah-rempah Indonesia ketika itu sudah amat dikenal di dunia termasuk pula di negeri Arab 
. Mubaligh-Mubaligh Arab itu menjadikan Gujrat pangkalan menuju ke Indonesia. Tujuannya sudah jelas, ya’ni Da’wah Islam dan dagang!”[4] Peta perdagangan wilayah timur dan barat. Menunjukkan wilayah mulai dari Mekkah, Yaman, Malabar, Coromandel, Sumatera Pasai, selat Malaka, hingga Champa dan Kanton. Sumber foto Andaya, Leonard Y. Leaves on the Same Tree Trade and Ettnicity in trade of Melakka. Honolulu University of Hawai’i Press. Nampak betul, tekanan orientasi yang hendak disampaikan oleh KH Saifuddin Zuhri, bahwa berda’wah bukan “dakwah”! adalah prioritas utama orang-orang Arab itu. Tentu saja, pandangan ini bukan sekedar berpangkal pada imajinasi penulisnya yang ingin “mengunggulkan” bangsa Arab begitu saja atau sekedar ingin menjelaskan bahwa Islam di Indonesia adalah “Islam yang murni” berasal dari negeri asalnya. Pandangan semacam ini merupakan hasil dari himpunan dan bacaan yang luas dalam melihat persejarahan Islam. Telah diketahui, menurut KH Saifuddin Zuhri, orang-orang Arab telah lama merintis pelayaran dan perdagangan dalam jangka waktu yang lama dan jarak yang panjang. Orang-orang Arab tentu bukan sekedar identik dengan padang pasir dan perkemahan baduinya, tetapi juga dengan jung-jung dan kapal-kapal besar yang giliran masanya menyemarakkan perdagangan, politik, dan agama di panggung kehidupan Kepulauan Melayu-Indonesia. Jadi, Mubaligh-mubaligh Islam dari Arab ini menjadi pangkal pemahaman kita dalam melihat persejarahan Islam di kepulauan ini. Sebagaimana ditekankan di awal, proses kedatangan dan, kemudian, perkembangan Islam, melalui proses-proses yang sangat lambat, namun lambat laun pula mendapat kedudukkannya yang tepat dalam masyarakat Kepulauan Melayu-Indonesia. Peran para Mubaligh-pedagang ini lebih tepat dikatakan sebagai penghubung dan orang-orang yang berinteraksi secara mendalam dengan Masyarakat Indonesia, termasuk para penguasanya. Peran mereka seringkali tidak selalu menonjol dalam panggung persejarahan politik. Namun dalam masa transisi, hasil perkembangan masyarakat yang telah mereka bina, terutama di pesisir, baru terlihat secara jelas. Islam dan Masa Transisi Peradaban Hindu-Budha Penulis sejarah berperan penting dalam menyusun fakta-fakta sejarah. Fakta-fakta yang berasal dari dokumen dan juga penuturan lisan pelaku-pelakunya itu takkan lebih jauh menjekaskan dan mensyarah secara mendalam. Penulis sejarah dan sejarawanlah yang memberikan suara atas fakta-fakta tersebut, memberinya makna, merangkai-menarasikan, dan membuatnya berarti bagi tiap generasi yang mempelajarinya. Di sinilah peran sejarawan dalam menyampaikan fungsi edukasi dari sejarah.[5] Sebagaimana dikatakan di awal tulisan ini, khususnya bagi umat Islam, narasi yang dibangun oleh seorang sejarawan Muslim sangat berarti bagi pendidikan generasi masyarakat umat Islam. Terlebih, asal memahami dan menerapkan kaidah ilmiyah, sejarah adalah bidang terbuka yang dapat ditelaah oleh siapa saja yang memiliki minat. Tokoh-tokoh Islam, karenanya, memiliki peran besar dalam merumuskan dan menarasikan sejarah untuk keperluan pendidikan itu. Ini bukan berarti membuang jauh kejujuran, kehati-hatian, dan sikap ilmiyah, demi “kepentingan” yang hendak dikejarnya. Umat Islam sejatinya telah mafhum, terutama dengan sikap ilmiyah itu, komunitas agama ini dapat mempertahankan dirinya dan agamanya itu sendiri. Pengedepanan sikap ilmiyah, telah menjadi prinsip utama dalam mengemukakan narasi tentang persejarahan Islam. KH Saifuddin Zuhri tentu saja memainkan peran tersebut. Untuk melihat pandangan KH Saifuddin Zuhri terhadap perkembangan Islam pada masa transisi tersebut, baiknya kita batasi di Jawa. Menurutnya, Islam telah berkembang di Jawa pada awal abad ke-12, dengan bukti arkeologis yang ditemukan di Leran, Gresik, berupa cungkup bertulisan Arab memakai tanggal Jum’at 7 Rajab 495 Hijriah 27 April 1102 Masehi yang menandakan seorang perempuan yang disemayamkan di situ bernama Fatimah binti Maimun bin al-Qohir Billah.[6] Kehadiran Islam tentu tidaklah sama dengan perkembangannya. Akan tetapi, dalam kehadiran itu, dapat diperkirakan bahwa pengaruhnya segera berkembang, baik cepat maupun lambat. Di Jawa, tapal batas dalam tahapan perkembangan ini dimulai sejak kehadiran Wali Songo. Sejarawan banyak bersepakat, bahwa sejak masa awal Kerajaan Majapahit, Islam telah mengemukakan dirinya di keraton. Di situs pemakaman Tralaya, kita banyak mengetahui cungkup-cungkup yang ada nampak menunjukkan yang bersemayam dalam kuburan-kuburan itu adalah orang Muslim. Kenyataan ini dapat dimaknai bahwa orang-orang Islam yang telah tinggal dalam Kerajaan Majapahit turut serta dalam perjalanan sejarah Majapahit tanpa ada friksi yang berarti. KH Saifuddin Zuhri sepakat, bahwa di tangan Hayam Wuruk atau Rajasanagara dan Mahapatihnya, Gajah Mada, Majapahit mengalami masa puncak-puncak kejayaannya. Bersepakat dengan sejarawan lainnya pula, sepeninggal raja dan mahapatih terbesar dalam sejarah Majapahit, bahkan sejarah Hindu di Jawa, itu, Majapahit segera mengalami kemerosotannya. Bahkan menjelang abad ke 16, terdapat kehancuran yang tak terhindarkan dari kerajaan Hindu tersebut. KH Saifuddin Zuhri lantas menduga, bahwa faktor kemerosotan, yang menggiring pada kehancuran, itu terdapat pada perkembangan Kerajaan Majapahit itu sendiri. Penting untuk memahami penjelasan KH Saifuddin Zuhri, bahwa pencapaian peradaban Majapahit rupanya menurutnya masih belum memuaskan masyarakat saat itu, terutama golongan rakyat. Menarik menyimak penuturan KH Saifuddin Zuhri tentang hubungan agama dan percandian yang berkembang pada masa Gajah Mada. Dalam penerangannya, KH Saifuddin Zuhri melihat simbul-simbul agama yang mesti dipermegahkan, terutama oleh golongan rakyat. Simbul-simbul itu seringkali berwujud percandian yang membuat golongan rakyat turut serta dalam membangunnya. Simak penuturan KH Saifuddin Zuhri di bawah ini “Mengenai agama? Rakyat tak bisa lain kecuali mestilah beragama dengan yang dipeluk oleh Gajah Mada, oleh raja dan oleh punggawa Majapahit. Brahma, Shiwa, Wishnu dan Budha dipersatukan sebagai satu agama, dan itulah agama resmi negara. Diceriterakan oleh ahli sejarah, bahwa rakyat yang patuh kepada agam resmi negara ini dimanfaatkan untuk membangun lambang-lambang kemercusuaran Majapahit, yakni candi-candi tempat pemujaan agama. Seolah-olah potensi rakyat Majapahit tidak mempunyai arti lain kecuali untuk membangun candi-candi yang jumlahnya ratusan tersebar di seluruh Jawa dan Bali 
. Di tempat-tempat lain memang bertaburan candi-candi, akan tetapi itu hanya memberi petunjuk kepada kita bahwa potensi rakyat Majapahit tidak kecualinya kekayaan seni-budayanya tak mempunyai arti lain kecuali untuk membuat candi.”[7] Candi Borobudur. Sumber foto KITLV Digital Media Library Di samping itu, daerah-daerah yang pernah ditaklukkan dan membayar upeti kepada Majapahit satu per satu melepaskan diri. Itu terjadi sepeninggal dwi tunggal raja-mahapatih tersebut. Sepeninggal keduanya, menurut KH Saifuddin Zuhri, Majapahit juga mengalami pelemahan di pusat kerajaannya. Mengutip Mohammad Yamin, ia menjelaskan, bahwa keruntuhan Majapahit didahului oleh pelemahan pusat kekuasaan. Pelemahan ini, lanjutnya, tidak disebabkan pertentangan antara golongan Hindu dan golongan Islam yang sedang naik daun tangga peradabannya melainkan semata-mata oleh pertentangan dalam negeri yang berupa perang saudara. Perang saudara semakin merapuhkan Majapahit. Bahkan sempat pula Majapahit mengalami masa vakum kekuasaan interregnum selama tiga-empat tahun. Dalam keadaan rapuh itu, rakyat yang paling merasakan dampaknya. Ditambah dengan berbagai kerja-bakti pembangunan yang disebutkan di atas, dekadensi moralitas semakin merajalela. Menurut KH Saifuddin Zuhri, mata pencaharian di sawah ladang menjadi terbengkalai, lalu lintas perdagangan dalam negeri semakin kacau, suap, korupsi, perampokkan, ketakutan merajalela, dan lain sebagainya. Menurut KH Saifuddin Zuhri, dalam kondisi ini pula agama juga mengalami kemundurannya. Ia tak lagi dapat menjadi fondasi kuat dalam menjaga motivasi mengabdi bagi khalayak banyak “Ditinjau dari segi sosial budaya dan mental spirituil, Majapahit dari suatu negara kerajaan yang kuncara dan jaya dengan kemakmuran yang melimpah menjadi kerajaan yang dirobek-robek oleh para pengayom dan pembinanya. Ia tidak berhasil membina kekayaan rohani dan jasmani lantaran dihanyutkan oleh pola hidup yang mewah di kalangan santana kerajaan dan punggawa terdekatnya 
. Mereka putus asa sudah, memandang hari depan dengan sayu dan kosong. Bagaimana hari depannya tidak gelap, masa kininya sudah gelap! 
 Di saat demikianlah Islam datang.” Menurut KH Saifuddin Zuhri, Islam yang telah berkembang di pesisir utara Jawa menjadi salah satu penentu masa depan Jawa. KH Saifuddin Zuhri melampaui pandangan-pandangan yang menerangkan bahwa Islam merupakan penyebab keruntuhan Majapahit. Senjakala peradaban Hindu Budha di Indonesia berlangsung secara alamiah. Dalam kondisi itulah, masyarakat Jawa memandang kehadiran Islam bukan sekedar agama baru yang reaksioner dan hendak segera melenyapkan sisa-sisa peradaban lama yang tiada berarti lagi. Masyarakat Islam segera ditopang dengan perangkat kekuasaan yang bernuansa baru. Pertumbuhan kerajaan-kerajaan Islam dengan segera dapat dijelaskan dalam narasi hubungan dagang dan konflik dengan rombongan perdagangan dan militer bangsa Eropa yang telah memasuki Nusantara saat itu. Konflik internal Majapahit adalah masalah pedalaman Jawa. Sementara yang terjadi sepanjang pesisir utara Jawa adalah masalah lain. Di pesisir inilah, masyarakat Islam mula-mula terbentuk. Meski tidak bisa dilepaskan hubungan politis dan administrasinya dengan pedalaman, pesisir berkembang dalam semangat zaman baru. Tokoh yang “dihadirkan” KH Saifuddin Zuhri di sini adalah Maulana Malik Ibrahim beserta Wali Songo. Terutama Maulana Malik Ibrahim, KH Saifuddin Zuhri menyebutkan, tokoh ini berperan penting dalam membina masyarakat baru. Ia memperkenalkan Islam yang betul-betul lekat dengan kebudayaan yang telah ada dalam panggung kehidupan rakyat. Dalam bahasa KH Saifuddin Zuhri “
 di bidang seni dan budaya peninggalan pengaruh Hindu maupun Budha yang masih melekat di hati penduduk hampir-hampir tidak diusik tidak diganggu. Dibiarkan sementara bentuk-bentuk itu berjalan, akan tetapi dimasukkan di dalamnya unsur-unsur kejiwaan bernafaskan ke Islaman. Gamelan dan wayang kulit umpamanya dibiarkan jalan sebagaimana seharusnya, akan tetapi diberikan penghayatan berlandaskan aqidah atau keyaqinan serta himmah Islam, sementara itu jalannya kissah atau lelakon diarahkan kepada ajaran-ajaran Islam tentang akhlak mulia. Gaya arsitektur Masjid tidak diganti dengan gaya arsitektur Arab maupun Persi, akan tetapi dibiarkan berjalan menyerupai gaya arsitektur pagoda atau candi. Para Mubaligh angkatan pertama itu tidak mementingkan kerangka tetapi mengutamakan isi.”[8] Sementara itu, Raden Patah yang menjadi pemimpin politik Demak sebetulnya juga memahami morat-marit yang terjadi di Kerajaan Majapahit. Meskipun beberapa sumber menjelaskan kehendaknya untuk segera menumpas Majapahit yang telah rapuh itu, kehendaknya tersebut sepertinya dapat diredam sampai perubahan politik terjadi di Majapahit. Menjelang keruntuhannya, Majapahit justru “menyeleweng dan mengkhianati Demak”. Mengutip Muhammad Yamin, menurut KH Saifuddin Zuhri, Majapahit mengadakan persekongkolan secara gelap dengan Portugis, musuh kerajaan-kerajaan Islam yang ada pada waktu itu. Tindakan inilah yang mendorong penaklukkan ibukota Majapahit oleh Demak. Senada dengan KH Saifuddin Zuhri, Hamka mengungkapkan bahwa pada akhir masa inilah, seorang patih dari Majapahit, Patih Udara, mengkudeta Girindrawardana dan kemudian melakukan persekutuan dengan Portugis.[9] Mengutip Slamet Muljana, KH Saifuddin menduga setelah penaklukkan itu, kekayaan Majapahit tidak di-“jarah-rayah” dirampas. Menutup penjelasannya, menurut KH Saifuddin Zuhri, secara umum, hingga akhir masanya, Majapahit tidaklah dianggap sebagai musuh. Tamatnya riwayat Majapahit tidak mengesankan tutupnya riwayat sejarah Jawa. Dalam pandangan inilah, KH Saifuddin Zuhri melihat Demak dan kerajaan-kerajaan setelahnya, merupakan penerus sah dari sejarah Majapahit. Menguatkan Pandangan Telah disebutkan, pandangan KH Saifuddin Zuhri mengenai persejarahan Islam, khususnya masa transisi Hindu-Budha di Indonesia sangatlah kuat dilatar-belakangi dengan pemahaman dan bacaan yang luas terhadap historiografi Indonesia. Golongan besar Islam saat ini pun juga dapat mengambil rangkaian peristiwa yang telah disusun oleh sejarawan akademis, dan memaknai kembali peristiwa-peristiwa tersebut dalam kerangka edukasi masyarakat. Suatu karya penting tentang masa akhir Majapahit, ditulis oleh seorang arkeolog, dengan sangat baiknya. Masa Akhir Majapahit Girindrawarddhana & Masalahnya yang ditulis Hasan Djafar adalah hasil penulisan skripsi jurusan arkeologi UI pada tahun 1975. Meskipun skripsi dan bukan termasuk penelitian terbaru, karya Djafar termasuk sangatlah berbobot dan masih begitu relevan dalam melihat masa akhir Majapahit dalam era transisi tersebut. Tahun 2009 dan 2012, berurut karya ini diterbitkan kembali oleh penerbit Komunitas Bambu, mungkin karena bobot nilai dan relevansi yang terkandung di dalamnya. Menyangkut pandangan KH Saifuddin Zuhri di atas, karya Hasan Djafar sebetulnya banyak menguatkan tulisan-tulisan Saifuddin Zuhri yang berasal dari penulis non akademik dalam bidangnya secara khusus. Dengan perbandingan terhadap sumber-sumber primer dan sekunder, Djafar sekaligus merekonstruksi keutuhan silsilah dinasti Rajasa yang memerintah kerajaan Khadiri, Singhasari, dan Majapahit. Penelusurannya mengenai raja terakhir Majapahit, Girindrawardana, patutlah mendapat apresiasi yang tinggi. Dalam penelusurannya itu, ia sekaligus dapat menyimpulkan sebab kemerosotan dan keruntuhan Majapahit. Meskipun menganggap Islam sebagai agama yang menentukan dalam proses penumpasan Majapahit di titiknya kerapuhannya, hal itu dijelaskannya berdasarkan konteks perebutan kekuasan antar keluarga Rajasawangsa. Kekacauan dan perang Paregreg yang telah terjadi sepeninggal Hayam Wuruk mempercepat keruntuhan moral Kerajaan Majapahit. Bahkan menurutnya, ibukota Majapahit sempat dipindahkan ke Keling-Kahuripan pada masa pemerintahan Sri Rajasawardhana,[10] lalu juga terdapat “kerajaan darurat” yang didirikan Pandansalas di Daha sebagai konsekuensi pelariannya dari serangan Khrtabhumi.[11] Dalam hal agama, Djafar juga mengakui terjadinya kemerosotan agama Hindu dan Budha. Bahkan menurutnya, agama Budha telah hilang peranannya dan seolah-olah terlebur menyatu dalam agama Syiwa. Penelusurannya dalam kakawin-kakawin yang digubah oleh para Mpu, ia menemukan ajaran-ajaran yang “tidak membedakan” antara Hyang Budha dengan Syiwa Raja Dewa, yang sama dalam kesemestaan. Hal lain yang menjelaskan bahwa Hindu-Budha telah mengalami kemunduran, menurut Hasan Djafar adalah munculnya sebuah karya sastera gubahan Mpu Tanakung, yakni Kakawin Syiwa-ratrikalpa. Menurut Djafar, Kakawin ini dapat dibacakan bahkan kepada orang-orang yang karena kasta atau pekerjaannya termasuk manusia paling kotor sekalipun; suatu hal yang sebelumnya tiada dikenal dalam tradisi keberagamaan yang kastaistik.[12] Di masa kemerosotan ini, tradisi arsitektural juga menjadi permasalahan tersendiri. Sebagaimana dijelaskan oleh KH Saifuddin Zuhri, rakyat digalakan untuk melakukan kerja bakti membangun candi. Candi-candi yang dibangun sebetulnya berusaha menunjukkan kemegahan dan simbul-simbul filosofi yang diresmikan oleh penguasa. Sejak lama, dalam sejarah Hindu-Budha di Indonesia, candi tersebut juga lebih berkesan sebagai persaingan kekuasaan. Hal ini turut disampaikan Bernard Vlekke dalam menjelaskan Kerajaan Mataram Kuno “Apa yang sesungguhnya terjadi ketika pembangunan Lara Jonggrang yang Shiwais menggantikan Shailendra, pembangun Borobudur yang Buddhis? Pertanyaan ini telah didiskusikan para arkeolog dan sejarawan untuk jangka waktu lama. Ada pakar yang menggambarkan suatu “kontrarevolusi” para Shiwais yang menyebabkan runtuhnya keunggulan Buddhis 
. Para Shiwais 
 mengabaikan pemeliharaan candi-candi Buddhis dan membangun monumen mereka sendiri di antara reruntuhan itu.”[13] Patung kepala Budha di Candi Borobudur. Sumber foto KITLV Digital Collections. Sebetulnya, di masa Majapahit terdapat upaya untuk meredam konflik yang diwujudkan dalam “persaingan candi” ini. Namun, sebagaimana yang kita ketahui dari keterangan KH Saifuddin Zuhri, pembangunan candi di zaman Majapahit tetap berlangsung, bukan untuk memperlihatkan keunggulan masing-masing aliran ajaran keagamaan candi, tetapi justru sebagai monumen kebanggaan untuk “merayakan toleransi” keagamaan Syiwaisme dan Budha. Mengenai keruntuhan candi menyertai senjakala peradaban Hindu-Budha, beberapa sejarawan Eropa, sering menggarisbawahi “sifat mematikan Islam” yang menyebabkan keruntuhannya. Lain halnya dengan Denys Lombard yang justru mengklarifikasi hal ini “Hendaknya diingat dulu bahwa hampir tidak ada monumen yang dihancurkan atas prakarsa Islam. Harus ditambahi pula bahwa beberapa candi [dan lembaga bercorak Hindu] sudah menjadi puing sementara Hinduisme masih merupakan agama mayoritas. Tapi bagaimanapun juga datangnya Islam terjadi kira-kira bersamaan waktu dengan terputusnya secara radikal tradisi-tradisi arsitektural yang telah berakar di Jawa selama delapan abad. Beberapa sejarawan Eropa suka menggarisbawahi sifat “mematikan” dari agama baru itu, tapi lupa bahwa di Semenanjung Indocina, tempat Islam tidak berhasil berkembang, pembangunan candi-candi besar berhenti kira-kira pada saat seperti Jawa.”[14] Dengan demikian, “perkembangan Islam” terjadi di saat peradaban Hindu-Budha mengalami senjakalanya. Ketika banyak institusi-institusi agama dan kebudayaannya merosot secara alamiyah, Islam mulai membentuk tatanan baru, dari wilayah-wilayah yang relatif menjauhi episentrum kelembagaan sosial, politik, dan agama Hindu Budha. Meski demikian, kesinambungan sejarah tetap relevan pada masa itu, melalui hubungan antar keluarga dan pembaruan kebudayaan. Penulisan Sejarah Islam sebagai Upaya Da’wah Suatu Penutup Kita akhirnya memahami, bahwa upaya KH Saifuddin Zuhri menulis persejarahan Islam adalah upaya untuk da’wah. Ia berupaya memroyeksikan Islam yang berkembang dalam sejarah sebagai agama yang membebaskan. Tidak hanya itu, nampak pula ia berupaya “membersihkan wajah Islam” dari berbagai tuduhan. Tentu saja tuduhan tersebut dapat diklarifikasi dengan persejarahan Islam itu sendiri. Beberapa tuduhan yang muncul, misalnya adalah mitos penyerangan Islam ke Majapahit, Islam sebagai agama pengacau kemegahan peradaban Hindu-Budha, Islam agama asing bagi masyarakat Jawa, Islam tidak sesuai dengan karakter masyarakat Jawa, Walisongo adalah tokoh-tokoh fiktif yang tidak memiliki bukti peninggalan sejarah, Islam sangat reaktif terhadap budaya, Islam adalah agama kaum fanatik, dan sebagainya. Untuk menjernihkan dan meluruskan tuduhan-tuduhan itu, KH Saifuddin Zuhri memerlukan hujjah. Hujah-hujah tersebut nampaknya dielaborasi dan dikejawantahkan berdasarkan dalil-dalil dalam kalam suci maupun perkataan para ulama yang melembaga dalam sejarah. Timbullah satu upaya dalam penulisan sejarah ini untuk mengangkat kenyataan Islam dalam persejarahan sebagai suatu yang aktif dan berperan, berpanggung bersama bangsa-bangsa dan peradaban lain. Upaya semacam ini sebetulnya telah pula dilaksanakannya dengan penulisan memoir biografis, sebagaimana dapat kita baca dalam Guruku Orang-orang dari Pesantren atau Berangkat dari Pesantren. Kesemuanya, terdapat gagasan untuk melakukan writes back—dalam terma-terma teori poskolonialisme. Terma ini digunakan bukan sekedar untuk melakukan rewrite menulis ulang, tetapi ada upaya meluruskan serta menjelaskan kembali—merevitalisasi, menguatkan kembali—keseharusan subyek, yang alamiyah, berpangkal pada ajaran yang kuat, dan juga memiliki pandangan dunianya yang khas.[15] Oleh Ahda Abid al-Ghiffari – Guru Sejarah di Ponpes at-Taqwa Depok dan alumni Ma’had Aly Imam al-Ghazali, Karanganyar Rujukan Baso, Ahmad, Islam Nusantara Ijtihad Jenius & Ijma’ Ulama Indonesia, Jilid 1, Tangerang Selatan Pustaka Afid, 2015. Djafar, Hasan, Masa Akhir Majapahit Girindrawaeddhana & Masalahnya, Depok Komunitas Bambu, 2012. Frederick, William H dan Soeri Soeroto, Pemahaman Sejarah Indonesia, Jakarta LP3ES, 2005. Hamka, Sejarah Umat Islam, Singapura Pustaka Nasional, 2005. Lombard, Denys, Nusa Jawa Silang Budaya Kajian Sejarah Terpadu Bagian II Jaringan Asia, Jakarta Gramedia, Forum Jakarta-Paris, dan Ecole Francaise d’Extreme-Orient, 2008. Saifuddin Zuhri, Guruku Orang-orang dari Pesantren, Yogyakarta LkiS, 2008 [1974]. __________, Sejarah Kebangkitan Islam dan Perkembangan Islam di Indonesia, Bandung Alma’arif, 1981 [1976]. Vlekke, Bernard HM, Nusantara Sejarah Indonesia, Jakarta Kepustakaan Populer Gramedia, 2016 [1961]. [1] Saifuddin Zuhri, Guruku Orang-orang dari Pesantren, Yogyakarta LkiS, 2008 [1974]. [2] Saifuddin Zuhri, Sejarah Kebangkitan Islam dan Perkembangan Islam di Indonesia, Bandung Alma’arif, 1981 [1976], hlm. 165. [3] Ibid., hlm. 169. [4] Ibid., hlm. 177. [5] Lihat William H Frederick dan Soeri Soeroto, Pemahaman Sejarah Indonesia, Jakarta LP3ES, 2005, hlm. 4. [6] Saifuddin Zuhri, Sejarah 
, hlm. 219. [7] Ibid., hlm. 224. [8] Ibid., hlm. 232. [9] Hamka, Sejarah Umat Islam, Singapura Pustaka Nasional, 2005, hlm. 759. [10] Hasan Djafar, Masa Akhir Majapahit Girindrawaeddhana & Masalahnya, Depok Komunitas Bambu, 2012, hlm. 73. [11] Ibid., hlm. 76. [12] Ibid., hlm. 143-146. [13] Bernard HM Vlekke, Nusantara Sejarah Indonesia, Jakarta Kepustakaan Populer Gramedia, 2016 [1961], hlm. 35. [14] Denys Lombard, Nusa Jawa Silang Budaya Kajian Sejarah Terpadu Bagian II Jaringan Asia, Jakarta Gramedia, Forum Jakarta-Paris, dan Ecole Francaise d’Extreme-Orient, 2008, hlm. 189-190. [15] Telaah kedudukan buku Guruku Orang-orang dari Pesantren dan Berangkat dari Pesantren sebagai karya antropologis dengan “ramuan” teori Poskolonial, lihat Ahmad Baso, Islam Nusantara Ijtihad Jenius & Ijma’ Ulama Indonesia, Jilid 1, Tangerang Selatan Pustaka Afid, 2015, hlm. 275-295. Salahsatu bentuk pengaruh tersebut adalah . A. wilayah Indonesia menjadi jajahan kerajaan bercorak Hindu-Buddha di India dan kerajaan Islam di Persia B. terjadi peperangan antara penduduk asli Indonesia dan kerajaan Hindu-Buddha serta Islam C. perpindahan pusat pusat dagang dari daerah pesisir menuju daerah pedalaman
Kehidupan Masyarakat Indonesia Masa Hindu, Buddha dan Islam – Masyarakat Indonesia sejak dulu mewarisi agama secara turun-temurun, yaitu Hindu, Buddha dan Islam. Masuknya agama-agama tersebut berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat Indonesia. Proses masuknya pengaruh budaya Hindu dan Buddha ke Indonesia terjadi karena adanya hubungan dagang antara Indonesia dan India. Kebudayaan yang datang dari India mengalami proses penyesuaian dengan kebudayaan asli Indonesia. Sejak ribuan tahun yang lalu, penduduk India telah melakukan perdagangan dengan bangsa-bangsa lain di Asia melalui celah sempit yang ada di antara Pegunungan Himalaya yang dikenal dengan celah Kaibar. Celah Kaibar ini merupakan satu-satunya jalur yang sering digunakan oleh para pedagang untuk keluar masuk India. Sehingga dalam perkembangannya, berkembanglah peradaban Hindu dan Budha di India, tepatnya di daerah-daerah sungai, seperti Sungai Indus dan Sungai Brahmaputra. Kegiatan ekonomi terus berkembang diikuti dengan persebaran agama hindu-budha. Kegiatan ekonomi yang muncul yaitu berupa kegiatan perdagangan. Barang-barang yang diperdagangkan biasanya berasal dari hasil kekayaan alam dan dapat juga berupa produk olahan masyarakat. Untuk alat pembayaran sudah menggunakan uang-uang logam dalam memudahkan kegiatan ekonomi. Negara Indonesia sendiri telah mengenal sistem pelapisan sosial sejak berabad-abad yang lalu di mulai dari masa pra-sejarah, masa kerajaan hindu, kemudian masa penjajahan dan masa sekarang ini, walaupun Indonesia menjunjung tinggi persamaan derajat namun sistem pelapisan sosial ini tidak bisa lepas karena sistem sosial ini memegang peranan dalam menjaga keseimbangan peran masing-masing. Indonesia sendiri telah mengenal sistem pembagian kerja dimana pihak pria yang berburu dan mencari makan sedangkan pihak wanita yang bertugas mengurus urusan rumah tangga seperti memasak dan menjaga anak, lambat laun terjadi perkembangan dimana dibentuknya undagi atau kelompok yang ahli dibidangnya dan diiringi dengan kepala suku serta skeanggotaannya untuk mengatur kelancaran sistem bermasyarakat. Ketika masa kerajaan Hindu masuk di Indonesia diketahui abad ke-4 dimana terdapat bukti sejarah yaitu berdirinya kerajaan Hindu tertua yaitu Kutai. Pada masa Hindu inilah berkembang sistem kasta yang berdasarkan kepada kekuasaan dan kewenangan. Kehidupan masyarakat Indonesia masa hindu ini saat ini sudah tidak begitu membekas. Masa Penjajahan dimulai dari masa kolonialisme Belanda dimana terdapat 3 golongan yaitu orang Belanda dan Eropa yang merupakan golongan kelas satu, kemudian di kelas dua, ada golongan Indo-Eropa dan Asia timur, yang terdiri dari China, India atau arab. Dan terakhir adalah Golongan Bumi putra yaitu orang Indonesia yang merupakan pegawai pemerintahan maupun petani dan pedagang. Sistem stratifikasi sosial berkembang hingga masa modern ini yang dimulai dari bagian terkecil yaitu masyarakat terdapat tokoh agama, tokoh yang disegani, pihak RT dan RW, kelurahan, kecamatan dan lainnya. Kemudian berkembang dalam sistem pemerintahan Negara dimana masing-masing telah memiliki peranan sosial yang harus dijalani, stratifikasi sosial tidak bisa hilang dan berdasarkan pada keterampilan, kekayaan, kekuasaan, serta tingkat popularitas. Agama Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-7 sampai dengan 13 M dibawa oleh orang-orang muslim dari Arab, Persia, dan India Gujarat dan Benggala. Adapun golongan pembawa agama Islam tersebut adalah melalui jalur perdagangan karena rempah-rempah pedagang dari berbagai negeri berlomba-lomba untuk mendapatkan monopoli perdagangan di Indonesia. Pada saat mereka datang, karena pulang dan perginya menggunakan tenaga angin muson barat dan timur, maka mereka menetap di Indonesia dalam waktu kurang lebih 3 sampai dengan 5 bulan. Dalam waktu itulah terjadi interaksi sosial antara penduduk pribumi dengan pendatang. Demikianlah bahasan kami mengenai Kehidupan Masyarakat Indonesia Masa Hindu, Buddha dan Islam yang bisa kami sampaikan. Kurang lebihnya kami mohon maaf dan sampai jumpa lagi di lain kesempatan
Pertemuanketiga. SK/KD : 1. Memahami Prinsip Dasar Ilmu Sejarah / 1.1 Menjelaskan pengertian dan ruang lingkup ilmu sejarah. A. Rangkuman Materi . A. Kronologi dan periodisasi dalam sejarah. Kronologi dan periodisasi merupakan hal yang sangat penting dalam sejarah. Dengan periodisasi sejarawan dapat lebih fokus pada penelitian sejarah.

Sumber Sejarah 1. Zaman Batu 2. Zaman Logam 3. Zaman Hindu-Budha four. Zaman Islam v. Zaman Kolonial Peninggalan Sejarah Hindu, Buddha, dan Islam 1. Bangunan 2. Karya sastra/kitab 3. Adat istiadat Peninggalan-peninggalan Zaman Hindu-Budha Peninggalan berupa bangunan Peninggalan berupa kitab atau karya sastra Peninggalan berupa agama dan adat istiadat Peninggalan-peninggalan Bercorak Islam Peninggalan berupa kitab atau karya sastra Peninggalan berupa agama dan adat istiadat Tokoh-tokoh Sejarah pada Masa Hindu-Buddha dan Islam Tokoh Sejarah pada Masa Hindu-Budha Tokoh-tokoh Pada Masa Kerajaan Islam Hindu, Budha, dan Islam telah menjadi agama yang diakui di Republic of indonesia. Agama tersebut tidak tiba-tiba ada di Indonesia. Agama-agama itu muncul karena adanya pengaruh bangsa asing. Berdasarkan catatan sejarah, Hindu dan Budha muncul di Republic of indonesia pada abad ke-two Masehi. Agama tersebut dibawa oleh orang-orang India dan Cina. Orang-orang Cina datang ke Indonesia untuk berdagang. Biasanya, para pedagang Cina menetap sementara di daerah-daerah Indonesia. Mereka berhubungan dengan penduduk Republic of indonesia. Dari hubungan itu, ada beberapa pengaruh di antaranya agama. Sumber Sejarah Banyak sekali peristiwa yang telah terjadi di masa lalu. Tentu kamu mengingat peristiwa masa lalu itu. Namun, ada juga peristiwa yang kamu lupa. Cerita yang menjelaskan kehidupan manusia pada masa lampau disebut sejarah. Kehidupan tersebut meliputi berbagai peristiwa yang dialami manusia. Kamu memiliki peristiwa masa lalu. Hal itu berarti kamu kamu memiliki sejarah. Misalnya, cerita ketika kamu belajar berjalan. Bagaimana dengan sebuah negara? Apakah negara mempunyai sejarah? Tentu saja negara memiliki sejarah. Hal itu karena sebuah negara tidak terbentuk begitu saja. Ada berbagai rangkaian peristiwa sebelum terbentuknya sebuah negara. Misalnya, sejarah negara Indonesia. Indonesia melewati beberapa rangkaian peristiwa sebelum merdeka. Ada masa prasejarah, masa kerajaaan, dan masa penjajahan. Perkembangan sejarah di Republic of indonesia dapat dibagi menjadi beberapa periode. Periode-periode tersebut yaitu sebagai berikut. 1. Zaman Batu Pada zaman ini, manusia menggunakan peralatan dari batu. Karenanya, zaman ini disebut zaman batu. Pada zaman ini pun, manusia memperoleh makanan dengan berburu. Kehidupan masyarakatnya masih berpindah-pindah atau nomaden. 2. Zaman Logam Pada zaman ini, manusia mulai mengenal logam. Mereka menggunakan perak atau perunggu untuk membuat peralatan. Mereka pun mulai mengenal ladang berpindah. Selain itu, mereka juga mulai menetap di suatu tempat. 3. Zaman Hindu-Budha Pada zaman ini, manusia mulai mengenal tulisan. Pada masa ini, agama Hindu dan Budha mulai berkembang di Indonesia. Selain itu, pada masa ini pun, masyarakat telah mengenal sistem pemerintahan dan kerajaan. 4. Zaman Islam Islam dibawa ke Republic of indonesia oleh para pedagang dari arab dan Gujarat Bharat. Para pedagang itu menyebarkan agama Islam ke berbagai wilayah Republic of indonesia. Akhirnya, bermunculanlah kerajaankerajaan Islam di Nusantara. 5. Zaman Kolonial Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam. Bangsa Eropa banyak yang datang ke Indonesia untuk berdagang. Namun, setelah melihat kekayaan Republic of indonesia, bangsa Eropa berubah pikiran. Mereka jadi ingin menguasai Indonesia. Sejak itu, Indonesia dijajah oleh beberapa negara Eropa. Peninggalan Sejarah Hindu, Buddha, dan Islam Ada banyak peninggalan sejarah yang ditemukan di Indonesia. Peninggalan-peninggalan ini dapat membantumu untuk mengetahui sejarah. Tentu saja sejarah negara kita, yaitu Indonesia. Berdasarkan jenisnya, peninggalan sejarah dapat dikelompokkan sebagai berikut. 1. Bangunan Peninggalan sejarah berupa bangunan antara lain candi, prasasti, yupa, patung, relief, gapura, masjid, dan benteng. 2. Karya sastra/kitab Karya sastra berupa kitab biasanya menceritakan kisah sebuah kerajaan. Ada juga yang menceritakan ramalan, ajaran agama, dan moral. Selain itu, ada juga karya sastra yang menceritakan tentang kepahlawanan seorang tokoh. 3. Adat istiadat Adat istiadat yaitu budaya yang berasal dari masa lalu. Budaya tersebut masih berlangsung sampai sekarang. Selanjutnya, kamu dapat mengikuti penjelasan peninggalan-peninggalan sejarah Indonesia. Peninggalan yang akan dibahas yaitu peninggalan pada masa Hindu-Budha dan Islam. Peninggalan-peninggalan Zaman Hindu-Budha Agama Hindu-Budha dibawa ke nusantara oleh pedagang dan pendeta. Pedagang dan pendeta itu berasal dari India dan Cina. Mereka menempuh perjalanan melalui jalur laut dan darat. Agama Budha mulai masuk ke Indonesia sekitar abad ke-2 Masehi. Kemudian, agama Hindu menyusul masuk ke kawasan nusantara. Masuknya agama Hindu ke nusantara pada awal abad ke-five. Agama Hindu dan Budha berkembang di nusantara pada masa yang sama. Peninggalan-peninggalan Hindu-Budha yang ditemukan di Indonesia antara lain sebagai berikut. Peninggalan berupa bangunan Candi Candi merupakan bangunan yang dibuat untuk menghormati arwah penguasa atau raja yang telah meninggal. Candi berasal dari kata candikagraha. Artinya, rumah candika’. Candika adalah nama salah satu dewa durga atau dewa kematian. Ada beberapa candi peninggalan Hindu-Budha di antaranya sebagai berikut. Candi Portibi Candi Portibi merupakan peninggalan Kerajaan Panai yang bercorak Hindu. Candi Portibi terletak di Padang Balok, Gunung Tua, Provinsi Sumatera Utara. Candi ini dibangun pada1039. Candi Muara Takus Candi Muara Takus terletak di Kabupaten Kampai Provinsi Riau. Candi ini dibangun pada masa Kerajaan Sriwijaya abad ke-nine Masehi. Candi ini digunakan sebagai tempat pemujaan penganut agama Hindu Mahayana. Candi Panataran Candi Panataran ditemukan di daerah Blitar. Candi ini didirikan pada masa Majapahit, yaitu pada1350. Candi Mendut Candi Mendut didirikan oleh raja Bharat pada 824. Candi ini bercorak Budha. Letaknya di sebelah timur Candi Borobudur Candi Borobudur Candi Borobudur terletak di Muntilan, Jawa Tengah. Candi ini didirikan pada 824 Masehi. Candi ini dibangun oleh Samaratungga dari Dinasti Syailendra. Candi Borobudur terdiri atas 10 tingkat. Hal itu melambangkan sebuah makna, yakni kesempurnaan hidup akan dicapai setelah mencapai 10 tingkatan. Pada permukaan dinding candi Borobudur terdapat gambar yang diukir yang disebut relief. Candi Prambanan Candi Prambanan dikenal juga dengan sebutan candi Lorojonggrang. Candi Prambanan terletak di Kecamatan Prambanan Kabupaten Klaten Provinsi Jawa Tengah. Candi ini didirikan pada masa Kerajaan mataram, yaitu abad ke8 Masehi. Candi Prambanan merupakan bangunan suci bagi agama Hindu Siwa. Di dalam candi Prambanan, tersimpan tiga arca, yaitu arca Siwa Mahadewa, Siwa Mahaguru, dan Siwa Ganesha Prasasti Prasasti merupakan peninggalan sejarah berupa batu bertulis. Isinya menceritakan penguasa pada masa pemerintahannya. Prasasti peninggalan kerajaan Hindu-Budha antara lain sebagai berikut. a Prasasti Mulawarman yang berangka tahun 400 Masehi. Prasasti ini merupakan peninggalan Kerajaan Kutai. Prasasti ini ditulis dengan huruf Palawa dan bahasa Sansekerta. b Prasasti peninggalan Kerajaan Tarumanegara yaitu Prasasti Ciaruteun, Pasir Jambu, Kebon Kopi, Pasir Awi, dan Muara Ciateun. Prasasti-prasasti tersebut ditemukan di Bogor. Pada Prasasti Ciaruteun terdapat gambar telapak kaki Raja Purnawarman. Selain itu, ada juga Prasasti Cidanghiang yang ditemukan di Banten. Sementara itu, Prasasti Tugu ditemukan di Jakarta. c Prasasti peninggalan Kerajaan Kutai , yaitu Prasasti Yupa yang ditemukan di aliran Sungai Mahakam Kalimantan Timur. Di Kalimantan Timur ini, ditemukan tujuh buah Yupa. Yupa merupakan tugu bertulis yang dibuat sebagai peringatan upacara kurban. Yupa biasa digunakan sebagai penambat hewan yang akan dijadikan kurban. Yupa menerangkan bahwa Raja Mulawarman adalah raja yang mulia dan terkemuka. Beliau telah memberi sedekah ekor sapi kepada para brahmana di tanah suci Waprakeswara. Yupa ditulis dalam huruf Palawa dan bahasa Sansekerta. d Prasasti peninggalan Kerajaan Kediri yaitu Prasasti Padlegan, Weleri, Jaring, dan Pala. Prasastiprasasti tersebut ditemukan di halaman Candi Prambanan. eastward Prasasti yang mengungkapkan Kerajaan Sriwijaya . Prasasti tersebut ditulis dalam huruf Palawa dan bahasa melayu kuno. Prasasti-prasasti tersebut yaitu Prasasti Kedukan Bukit 684 Thousand ditemukan di tepi Sungai Tatang dekat Palembang. Prasasti Talang Tuo 684 Chiliad ditemukan di daerah Talang Tuo, sebelah barat Palembang Prasasti Telaga Batu tidak berangka tahun ditemukan dekat Palembang. Prasasti Kota Kapur 686 M ditemukan dekat Sungai Menduk di Pulau Bangka. Prasasti Karang Berahi tidak berangka tahun ditemukan di tepi Sungai Merangin, Jambi Hulu. Prasasti Palah Pasemah tidak berangka tahun ditemukan di tepi Sungai Pisang Lampung Selatan. Peninggalan berupa kitab atau karya sastra Kitab dan karya sastra peninggalan Hindu-Budha antara lain sebagai berikut Kitab Jangka Jayabaya ramalan Jayabaya. Jayabaya adalah raja terkenal dari Kerajaan Singhasari yang memerintah pada 1130–1150. Kitab Jangka Jayabaya berisi ramalan tentang masa depan Republic of indonesia. Smaradhana merupakan karya sastra yang ditulis oleh Mpu Dharmaja. Karya sastra ini dipersembahkan untuk Kameswara. Karya sastra ini ditulis pada masa Kerajaan Kediri. Bharatayudha, yaitu karya sastra yang ditulis oleh Mpu Panuluh dan Mpu Sedah. Karya sastra ini berisi sindiran perang saudara antara Jayabaya dan Jayasabha. Karya sastra ini ditulis pada masa Kerajaan Kediri. Hariwangsa dan Gatotkacasraya, yaitu karya sastra yang ditulis oleh Mpu Panuluh dan Mpu Sedah. Karya sastra ini ditulis pada masa Kerajaan Kediri. Negarakertagama, yaitu karya sastra yang ditulis oleh Mpu Prapanca. Kitab ini menceritakan Kerajaan Singhasari dan Majapahit. Dalam Kitab ini, termuat istilah pancasila. Kitab ini ditulis pada masa Kerajaan Majapahit. Sutasoma ditulis oleh Mpu Tantular. Ktab ini berisi ajaran agama. Di dalamnya, termuat istilah Bhineka Tunggal Ika yang menyatakan bahwa meskipun berbeda, ajaran Hindu dan Budha mempunyai asas yang sama. Kitab ini ditulis pada masa Kerajaan Majapahit. Pararaton, yaitu kitab yang mengisahkan pertempuran berdarah yang terjadi pada keturunan Ken Arok. Pada kitab ini, dikisahkan tentang Anusapati yang mengetahui Ken Arok sebagai pembunuh ayahnya Tunggul Ametung. Kemudian, Anusapati membunuh Ken Arok pada 1227 dan menggantikannya menjadi raja di Kerajaan Singhasari. Kitab ini ditulis pada masa Kerajaan Majapahit. Kunjarakunja merupakan karya sastra yang ditulis pada masa Kerajaan Majapahit. Kitab ini tidak diketahui pengarangnya. Arjuna Wiwaha merupakan karya sastra karangan Mpu Kanwa. Karya sastra ini ditulis pada masa Kerajaan Mataram Kono. Kitab ini bercorak Budha. Kitab Carita Parahyangan merupakan kitab yang ditulis pada masa Kerajaan Mataram Hindu. Peninggalan berupa agama dan adat istiadat Budaya dan adat istiadat peninggalan masa Hindu-Budha yang masih dilaksanakan sampai sekarang antara lain sebagai berikut. Upacara Ngaben bercorak Hindu yaitu upacara pembakaran mayat di Bali. Upacara Galungan yaitu perayaan kemenangan. Nyepi yaitu perayaan tahun baru saka. Kuningan yaitu perayaan mohon perlindungan dan penerangan agar bahagia lahir dan batin. Saraswati yaitu perayaan memuja Sang Hyang Widi. Syiwaratri yaitu perayaan peleburan dosa. Peninggalan-peninggalan Bercorak Islam Daerah di nusantara yang pertama mendapat pengaruh Islam yaitu daerah Aceh. Kerajaan Islam yang pertama kali berdiri di Aceh yaitu Kerajaan Samudra Pasai. Berita tentang adanya Kerajaan Islam di nusantara diperoleh dari Marcopolo. Marcopolo merupakan seorang saudagar dari Venesia, Italy. Marcopolo berkunjung ke Samudra Pasai pada 1292. Ia menyebutkan bahwa di Perlak, yakni salah satu daerah di Aceh, telah banyak orang yang menganut Islam. Selain itu, berita penyebaran Islam di Republic of indonesia juga didapat dari Ibnu Batuta. Ibnu Batuta merupakan seorang pengembara dari Persia yang singgah di Aceh pada1345. Ia menuliskan bahwa di Aceh telah tersebar agama Islam. Penduduk pribumi mulai memeluk Islam secara masal pada abad ke-14 Masehi. Hal itu seiring dengan mulai bermunculannya kerajaan-kerajaan Islam. Berikut ini penjelasan tentang beberapa peninggalan kerajaan-kerajaan Islam. Peninggalan berupa bangunan Masjid Masjid merupakan tempat ibadah umat Islam. Selain itu, masjid juga menjadi pusat pendidikan dan pembinaan agama. Karenanya, dahulu masjid selalu terletak berdekatan dengan keraton dan alun-alun. Keraton merupakan simbol kekuasaan. Alun-alun merupakan simbol rakyat. Sementara itu, masjid merupakan simbol keagamaan. Masjid-masjid peninggalan kerajaan Islam antara lain sebagai berikut. Masjid raya Baiturahman terletak di Banda Aceh ibu kota Nangro Aceh Darussalam. Masjid ini dibangun pada masa Kerajaan Islam Aceh. Masjid Raya Medan terletak di Kota Medan, Sumatra Utara. Masjid ini dibangun oleh Sultan Deli yang bernama Makmun Al Rasyid Perkasa Alam pada 1906. Masjid Raya Banten didirikan pada tahun 1906 oleh Sultan Maulana Yusuf. Masjid Demak didirikan oleh Raden Patah sekitar abad ke-14. Masjid ini terletak di kota Demak Jawa Tengah Masjid Sultan Suriansyah merupakan masjidpertama di Pulau Kalimantan. Masjid ini didirikan pada masa kekuasaan Pangeran Suriansyah yaitu abad ke-16. Istana Istana merupakan tempat tinggal raja dan keluarganya. Istana juga berfungsi sebagai pusat pemerintahan. Istana peninggalan kerajaan Islam di antaranya sebagai berikut. Istana Maemun merupakan istana peninggalan Kerajaan Deli. Istana Maemun terletak di Kota Medan. Istana ini dibangun pada 1888 oleh Sultan Makmun Perkasa Alam. Istana Siak Sri Indrapura – Istana ini merupakan peninggalan Kerajaan Melayu Riau. Istana ini dibangun pada 1889 oleh Teungku Ngah Sayed Hasyim. Letak istana ini di hulu sungai Siak, yaitu 120 kilo meter dari Pekanbaru. Peninggalan berupa kitab atau karya sastra Peninggalan kerajaan Islam berupa kitab atau karya sastra dibedakan menjadi empat kelompok yaitu sebagai berikut. Hikayat Hikayat adalah cerita atau dongeng pelipur lara atau pembangkit semangat juang. Beberapa hikayat peninggalan Islam yaitu sebagai berikut. Hikayat Hang Tuah, yaitu cerita kepahlawanan laksamana Kesultanan Malaka. Hang Tuah merupakan seorang laksamana yang berani, pandai, dan bijaksana. Ia juga merupakan abdi raja yang taat dan setia. Hikayat Amir Hamzah, yaitu cerita tentang permusuhan Amir Hamzah dengan mertuanya yang masih kafir, yakni Raja Marsewan dari Madayin. Babad Babad adalah cerita berlatar belakang sejarah. Babad Tanah Jawi yang menceritakan sejarah Pulau Jawa dari Nabi Adam sampai tahun 1722. Babad Giyanti yang menceritakan pecahnya Kesultanan Mataram menjadi Surakarta, Yogyakarta, dan Mangkunegara pada tahun 1757. Syair Syair adalah puisi lama yang isinya berupa cerita. Syair Abdul Muluk yang menceritakan perjuangan Siti Rafiah istri Raja Abdul Muluk yang berhasil merebut kembali tahta kerajaan dari Kerajaan Barabai di Hindustan. Gurindam 12 yang berisi petuah kepada pejabat negara, pegawai, dan orang biasa agar menjadi orang yang terhormat, disegani, dan disenangi sesama manusia. Suluk Suluk adalah kitab tasawuf. Suluk Sukarsa yang berisi tentang cerita Ki Sukarsa yang mencari ilmu sejati untuk mendapat kesempurnaan. Suluk Wujil yang berisi petuah-petuah Sunan Bonang yang disampaikan kepada Wujil orang kerdil bekas abdi Raja Majapahit. Peninggalan berupa agama dan adat istiadat Budaya dan adat istiadat peninggalan masa Islam yang masih dilaksanakan sampai sekarang antara lain sebagai berikut. Upacara Grebeg Besar di Demak Pesta Tabuik di Pariaman, Sumatera Barat Budaya Dhug Dher di Semarang Seni tradisional betawi seperti Gambang Kromo dan Orkes Gambus. Tokoh-tokoh Sejarah pada Masa Hindu-Buddha dan Islam Pada masa Hindu-Budha dan Islam, banyak kerajaan yang mengalami kejayaan. Misalnya, kerajaan Majapahit, Singhasari, dan Samudra Pasai. Keberadaan kerajaan tersebut tidak terlepas dari orangorang yang mendirikannya. Bahkan, kerajaan tersebut mengalami kejayaan karena ada tokoh-tokoh yang berperan di dalamnya. Tokoh Sejarah pada Masa Hindu-Budha Berikut ini akan dijelaskan beberapa tokoh berdasarkan masa kerajaannya Tokoh pada masa Kerajaan Mataram Lama one. Raja Sanjaya Raja Sanjaya merupakan Raja pertama yang memimpin Mataram Lama. Raja Sanjaya memerintah sekitar 732 Masehi. Raja Sanjaya berhasil membangun kembali Mataram menjadi kerajaan yang kuat. Untuk mengabadikan kekuasaannya, Raja Sanjaya membangun dinasti yang dikenal dengan nama Dinasti Sanjaya. ii Rakai Panangkaran Rakai Panangkaran merupakan Raja Mataram Lama. Ia menggantikan Raja Sanjaya. Semasa kepemimpinan Rakai Panangkaran, Kerajaan Mataram Lama berada di bawah pengaruh Kerajaan Syailendra. Pada saat itu, Kerajaan Syailendra dipimpin oleh Samaratungga. iii. Rakai Pikatan Rakai Pikatan menjadi raja Mataram Lama menggantikan Rakai Panangkaran. Rakai Pikaitan berhasil membebaskan Mataram dari pengaruh Kerajaan Syailendra. Keberhasilan itu diawali oleh perkawinan Rakai Pikaitan dengan Pramodharwardani. Pramodharwardani merupakan salah satu anggota keluarga Kerajaan Syailendra. Rakai Pikatan dan Pramodharwardani banyak mendirikan candi. Candi tersebut antara lain Candi Sewu, Plaosan, dan Prambanan. four. Dyah Balitung Raja Dyah Balitung memerintah pada 898–910. Pada masa pemerintahannya, ia mampu menguasai daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Ia memerintah dengan bijaksana. Dengan begitu, kerajaannya aman dan makmur. Tokoh pada masa Kerajaan Medang kamulan Mataram Jawa Timur 1. Mpu Sindok Mpu sindok mempunyai gelar Mpu Sindok Sri Isana Tunggawijaya. Mpu Sindok memerintah pada 929–947 Masehi. Mpu Sindok memerintah dengan bijaksana. Ia pun selalu memerhatikan kesejahteraan rakyatnya. Karenanya, kehidupan rakyat aman dan tentram. Kemudian, Mpu Sindok diganti oleh putrinya bernama Sri Isana Tunggawijaya. Sri Isana Tunggawijaya mempunyai suami bernama Lokapala. Dari pernikahannya, lahir seorang putra bernama Makutawangsawardhana. Makutawangsawardhana mempunyai seorang putri bernama Mahendradatta. Mahendradatta menikah dengan Pangeran Udayana yang berasal dari Bali. Dari pernikahan itu, lahir Airlangga. 2. Dharmawangsa Teguh Ananta Wikramatunggadewa Dharmawangsa Teguh menggantikan Makutawangsawardhana menjadi raja Medang Kamulan. Dharmawangsa Teguh yang sangat berambisi untuk meluaskan kekuasaannya sampai ke luar Jawa. Namun, kerajaan mengalami keruntuhan oleh raja bawahannya sendiri. Pada Prasasti Pucangan diceritakan bahwa tidak lama setelah perkawinan Airlangga dengan putri Dharmawangsa, ibu kota diserang oleh pasukan Haji Wurawari. Kejadian itu membuat Sri Maharaja Dharmawangsa Teguh meninggal dunia. iii. Airlangga Airlangga menjadi raja setelah Dharmawangsa Teguh. Pada masa kepemimpinannya, dipenuhi dengan peperangan menaklukkan raja-raja bawahan yang memberontak dan melepaskan diri dari kekuasaan Mataram. Situasi mulai berubah sejak 1024. Setelah kerajaan mulai aman, Airlangga mengarahkan kebijakannya pada peningkatan perekonomian. Di bidang pertanian, ia berusaha memodernkan irigasi. Untuk itu, dibangun bendungan Waringin Sapta di Kali Brantas. Pengembangan perdagangan pun menjadi perhatian. Hal itu terlihat dari perbaikan Pelabuhan Ujung Galuh. Berkat jerih payah Airlangga, perekonomian kerajaan kembali stabil dan rakyat hidup makmur. Keuletan dan keberhasilan Airlangga dalam memimpin kerajaan tertulis dalam Kitab Arjunawiwaha karya Mpu Kanwa. Menjelang akhir hayatnya, Airlangga hidup sebagai petapa di Pucangan. Ia wafat dalam usia lanjut, yaitu pada 1049 M. Untuk mengenang jasa-jasa Airlangga, dibangun sebuah patung raja dalam bentuk penjelmaan Dewa Wisnu yang sedang mengendarai burung garuda. Patung tersebut dibangun di tempat pertapaannya. Airlangga dimakamkan di Candi Belahan. Tokoh pada masa Kerajaan Kediri 1. Raja Jayawarsa Raja Jayawarsa merupakan raja Kediri. Dalam Prasasti Sirah Keting diceritakan bahwa Jayawarsa merupakan raja yang arif dan sangat mengutamakan kesejahteraan rakyatnya. 2. Raja Bameswara Raja Bameswara dikenal sebagai raja yang banyak meninggalkan prasasti tentang masalah keagamaan. 3. Raja Jayabaya Jayabaya menggantikan Raja Bameswara. Ia naik takhta pada 1135 Masehi. Dalam Prasasti Talan dijelaskan tentang Jayabaya yang memindahkan Prasasti Ripta menjadi Prasasti Dinggopala. Dalam prasasti itu, Jayabaya disebutkan sebagai penjelmaan Dewa Wisnu dengan lencana narasingha atau narasimha. Keterangan dalam Prasasti Ngantang menyebutkan bahwa Panjalu Jayati memiliki arti Kediri menang’. Kata itu diduga berkaitan dengan kemenangan Panjalu atas Jenggala. Hal itu juga untuk menunjukkan bahwa Jayabaya adalah pewaris tahta kerajaan yang sah dari Airlangga. 4. Sri Gandra Sri Gandra merupakan raja Kediri yang berjasa. Pada masanya, angkatan laut Kediri menjadi kuat dan disegani oleh Sriwijaya. Selain itu, jabatan Senopati Sarwajala mulai dikenal. Pada waktu itu, Kediri mendapat kewenangan untuk mengawasi perairan nusantara bagian timur. Sementara itu, lautan nusantara bagian barat di bawah pengawasan Sriwijaya. Meskipun begitu, kedua kerajaan tersebut tetap damai. Sejak masa Sri Gandra, pejabat-pejabat kerajaan memakai sebutan binatang yang ditiru sifatnya. Misalnya, Menjangan Puguh, Macan Putih, dan Kebo Salawah. v. Kameswara Kameswara merupakan raja Kediri yang memerintah setelah Sri Gandra. Pada masa Kameswara, seni sastra di Kediri berkembang dengan pesat. half dozen. Kertajaya Kertajaya menjadi raja kediri setelah Kameswara. Pada masa Kertajaya, di Kediri sering terjadi konflik antara raja dengan kaum Brahmana. Raja menuntut para Brahmana menyembahnya karena menganggap dirinya sebagai titisan dewa. Namun, para Brahmana menolak. Para Brahmana itu meminta bantuan kepada Ken Arok kuwu dari Tumapel untuk menggulingkan pemerintahan Kertajaya. Akhirnya, pecahlah pertempuran antara Kediri dengan Tumapel di desa Ganter pada 1222 Masehi. Dalam pertempuran tersebut, pasukan Kediri mengalami kekalahan. Kertajaya terluka parah dan meninggal dunia. Peristiwa itu sekaligus menandai runtuhnya kerajaan Kediri. Tokoh pada masa Kerajaan Singhasari i. Ken Arok Ken Arok menjadi raja Singhasari pada 1222–1227. Ia mendirikan dinasti baru yang bernama Girindrawangsa. Ken Arok meninggal karena terbunuh oleh seseorang suruhan Anusapati, anak tiri Ken Arok. Ken Arok dimakamkan di Kagenengan dalam bangunan Syiwa-Budha. 2. Anusapati Anusapati merupakan anak Ken Dedes dari Tunggul Ametung. Sebelum menikah dengan Tunggul Ametung, Kendedes menikah dengan Ken Arok. Anusapati memerintah di Kerajaan Singhasari pada 1227–1247. Ia menggantikan Ken Arok. Namun, pembunuhan Ken Arok oleh Anusapati pada akhirnya diketahui oleh Tohjaya. Tohjaya merupakan anak Ken Arok dari Ken Umang. Kemudian, Anusapati dibunuh oleh Tohjaya. Anusapati dimakamkan di candi Kidal. 3. Tohjaya Setelah kematian Anusapati, Tohjaya menjadi raja Singhasari. Tohjaya memerintah dari 1247 sampai 1248. Pada saat Tohjaya memerintah, Ranggawuni, anak Anusapati menuntut balas atas kematian ayahnya. Ranggawuni juga merasa berhak menjadi raja Singhasari. Kemudian, Ranggawuni bekerjasama dengan Mahisa Campaka cucu Ken Arok dan Ken Dedes menyerang Tohjaya. Saat itu, Tohjaya meninggal di Katang Lumbang karena luka-luka. 4. Ranggawuni Ranggawuni menjadi raja setelah Tohjaya meninggal. Pada saat pemerintahan Ranggawuni, dendam keluarga di Singhasari telah hilang. Hal itu membuat pemerintahannya berjalan dengan aman dan tenteram. Pada waktu pemerintahan Ranggawuni, Mahisa Campaka diberi kedudukan sebagai pendamping raja. Mahisa Campaka diberi gelar Ratu Angabaya. five. Kertanegara Kertanegara menjadi raja Singhasari pada 1268–1292. Pada masa pemerintahan Kertanegara, Kerajaan Singhasari mencapai puncak kejayaannya. Raja Kertanegara berusaha mempersatukan wilayah nusantara. Tokoh pada masa Kerajaan Majapahit ane Raja Jayanegara Raja Jayanegara merupakan anak Raden Wijaya. Raden Wijaya yaitu raja pertama Majapahit. Jayanegara atau Kalagemet memerintah pada 1309–1328 Masehi. Pada masa pemerintahan Jayanegara, banyak pemberontakan. Pemberontakan-pemberontakan itu datang dari orang-orang yang berjuang dengan Raden Wijaya. Namun, mereka tidak diberikan jabatan. Pemberontakpemberontak tersebut antara lain Ranggalawe 1309 M, Lembu Sora 1311 1000, Nambi 1316 M, dan Kuti 1319 1000. Pemberontakan Kuti merupakan pemberontakan yang paling berbahaya. Pemberontakan tersebut hampir meruntuhkan kerajaan Majapahit. Namun, berkat Gajah Mada, Raja Jayanegara dapat kembali ke Kerajaaan Majapahit. Karena jasanya, Gajah Mada diangkat menjadi patih di Kahuripan, lalu dingkat menjadi patih di Kediri. 2 Tribuwanatunggadewi Tribuwanatunggadewi merupakan cucu Raja Jayanegara dari anaknya yang bernama Gayatri. Tribuwanatunggadewi menjadi raja Majapahit pada 1328–1350 Masehi. Pada masa pemerintahan Tribuwanatunggadewi, terjadi pemberontakan Sadeng 1331 Masehi. Nama Sadeng merupakan nama sebuah daerah yang terletak di Jawa Timur. Pemberontakan Sadeng dapat dihentikan oleh Gajah Mada dan Adityawarman. Atas jasanya, Gajah Mada diangkat menjadi Patih Amangkhabumi Majapahit menggantikan Arya Tadah. Pada waktu penobatannya, Gajah Mada mengucapkan “Sumpah Palapa”. Isi sumpah tersebut yaitu Gajah Mada tidak akan makan buah palapa sebelum nusantara bersatu di bawah naungan Majapahit. 3 Hayam Wuruk Hayam Wuruk adalah anak Tribhuwana Wijayatunggadewi. Ia dilahirkan pada 1334. Hayam Wuruk berarti “Ayam yang masih muda”. Hayam Wuruk menjadi Raja Majapahit ketika berumur 16 tahun. Ia menikah dengan Padukasari. Hayam Wuruk dianggap sebagai raja terbesar Majapahit karena pada masa pemerintahannya Majapahit mencapai wilayah terluas. Pada 1351, terjadi Perang Bubat. Peristiwa ini terjadi pada saat Hayam Wuruk bermaksud menikahi puteri Raja Pajajaran yang bernama Diah Pitaloka Citrasemi. Pajajaran setuju asal Majapahit tidak menguasai wilayah Pajajaran. Saat Hayam Wuruk di perjalanan menuju upacara pernikahan, Gajah Mada mendesak agar Pajajaran tunduk pada Majapahit dan menyerahkan Diah Piataloka sebagai upeti. Pajajaran menolak permintaan Gajah Mada. Akhirnya, terjadi Perang Bubat. Dalam peristiwa ini, seluruh keluarga Pajajaran tewas. Beberapa tahun kemudian, Pajajaran menjadi wilayah Majapahit. four Gajah Mada Gajah Mada merupakan seorang tokoh politik, pejuang negara, dan seorang negarawan besar. Dengan sepenuh hati, Gajah Mada mengabdikan dirinya untuk keagungan negeri dan mahkota. Sikap pengabdian Gajah Mada ini terungkap dalam pokok-pokok sifat pribadinya sebagai berikut. Satya bhakti aprabhu, yang berarti setia dan bakti kepada negara dan mahkota. Tan satresna, yang berarti tidak pernah memikirkan kepentingan diri pribadi dan balas jasa. Hanyaken musuh, yang artinya menghalau dan memusnahkan segenap musuh negara dan mahkota. Prabu ginung pratidina, yang artinya mengagungkan nama raja dan negara setiap waktu Tokoh-tokoh Pada Masa Kerajaan Islam Sultan Malik Every bit Saleh Sebelum menganut Islam, Sultan Malik As Saleh bernama Marah Sile atau Merah Selu. Ia merupakan pendiri Kerajaan Samudera Pasai. Saat Pemerintahannya, Sultan Malik As Saleh memperluas daerah kekuasaannya sampai ke daerah-daerah seperti Tamiang, Balek Bimba, Samer Langga, Simpang Bulah Telang, Perlak, dan Takus. Penduduk daerah-daerah yang dikuasai Sultan Malik As Saleh menjadi penganut Islam. Setelah wafat, Malik As Saleh dimakamkan di Samudera Pasai. Di atas makamnya, dibangun batu nisan yang berciri Islam. Batu nisan tersebut berangka tahun 635 Hijriyah atau 1297 Masehi. Dari batu nisan tersebut, diketahui bahwa Samudera Pasai merupakan kerajaan pertama di Indonesia. Dengan wafatnya Sultan Malik As Saleh, tahta kerajaan Samudera Pasai turun kepada anaknya yang bernama Sultan Muhammad Malik At-Thahir. Iskandar Syah Nama asli Iskandar Syah yaitu Paramisora. Ia merupakan seorang pangeran dari Majapahit yang melarikan diri saat terjadi perang saudara. Perang tersebut dikenal dengan sebutan perang Paregreg. Ia mendatangi satu daerah di Semenanjung Malaya. Kemudian, daerah tersebut diberi nama Malaka. Iskandar Syah memerintah pada 1396–1414. Iskandar Syah berhasil menjadikan Malaka sebagai kerajaan Islam. Bahkan, ia berhasil menjadikan Malaka sebagai kerajaan penting di Selat Malaka. Muhammad Iskandar Syah Muhammad Iskandar Syah menjadi raja Malaka menggantikan ayahnya Sultan Iskandar Syah. Muhamad Iskandar Syah memimpin pada 1414–1424. Pada masa pemerintahannya, kekuasaan Kerajaan Malaka mencapai seluruh Semenanjung Malaya. Muhammad Iskandar Syah menikah dengan putri Raja Samudera Pasai. Dalam kekuasaanya, Kerajaan Malaka mengalami kejayaan. Ia mampu menjadikan Malaka sebagai pusat perdagangan dan pelayaran. Karenanya, Malaka disebut sebagai Kerajaan Maritim. Namun, saat ia memerintah, ada pemberontakan dari saudaranya yang bernama Mudzafat Syah. Mudzafat Syah berhasil merebut kekuasaan Muhammad Iskandar Syah. Mudzafat Syah menjadi Raja Malaka menggantikan Muhammad Iskandar Syah. Mudzafat Syah merupakan raja Malaka pertama yang menggunakan gelar sultan. Setelah Mudzafat Syah meninggal, Kerajaan Malaka dipimpin oleh putranya yang bernama Mansyur Syah. Sultan Mansyur Syah Sultan Mansyur Syah berkuasa pada 1458–1477. Pada masa pemerintahan Sultan Mansyur Syah, Malaka mengalami masa kejayaan sebagai pusat perdagangan dan penyebaran agama Islam di Asia Tenggara. Perluasan wilayah kekuasaan Kerajaan Malaka pada masa Sultan Mansyur Syah sampai ke Semenanjung Malaya, Sumatra Tengah, dan Kerajaan Siam. Sultan Mansyur Syah memperluas daerah kekuasaan dengan bantuan Laksamana Hang Tuah. Laksamana Hang Tuah merupakan seorang panglima laksamana yang terkenal di Malaka. Setelah wafat, Sultan Mansyur Syah digantikan oleh anaknya yang bernama Alauddin Syah. Sultan Alauddin Syah memerintah pada 1477–1488. Pada masa pemerintahan Alauddin Syah, kerajaan Malaka mulai merosot. Beberapa kerajaan yang dikuasai Malaka banyak yang membebaskan diri. Selanjutnya, Kerajaan Malaka dipimpin oleh Sultan Mahmud Syah. Ia memerintah pada 1488–1511. Sultan Ali Mughayat Syah Sultan Ali Mughayat Syah merupakan raja Kerajaan Aceh. Ia menguasai perdagangan di bagian barat Indonesia. Untuk mempertahankan kekuasaan perdagangan itu, Sultan Ali Mughayat Syah memperluas pengaruhnya ke Pidie Pasai dan bagian timur Sumatra. Ia juga menyerang bangsa Portugis di Malaka. Setelah wafat, Sultan Ali Mughayat Syah digantikan oleh Sultan Salahuddin. Namun, pada masa pemerintahan Sultan Salahuddin, Kerajaan Aceh mengalami kemunduran. Sultan Alauddin Riayat Syah Sultan Alauddin Riayat Syah merupakan raja Aceh pengganti Sultan Salahudin. Sultan Alauddin Riayat Syah bergelar Al-Qahar. Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Aceh kembali mengalami kejayaan. Bahkan, Kerajaan Aceh menjadi bandar utama di Asia bagi para pedagang muslim mancanegara. Sultan Iskandar Muda Sultan Iskandar Muda menggantikan Sultan Alauddin Riayat Syah menjadi raja Aceh. Dalam kekuasaannya, ia memperkuat Kerajaan Aceh sebagai pusat perdagangan. Bahkan, ia melakukan beberapa perlawanan berikut. Merebut sejumlah pelabuhan penting di pesisir barat dan timur Sumatra dan pesisir barat Semenanjung Melayu. Menyerang kedudukan Portugis di Malaka dan kapal – kapalnya yang melalui Selat Malaka. Aceh sempat memenangkan perang melawan armada Portugis di sekitar Pulau Bintan pada 1614. Bekerja sama dengan EIC Inggris dan VOC Belanda untuk memperlemah pengaruh Portugis. Sultan Iskandar Muda mengizinkan persekutuan dagang dengan Inggris dan Belanda untuk membuka cabangnya di Aceh. Setelah Sultan Iskandar Muda wafat, raja Aceh digantikan oleh menantunya yang bernama Sultan Iskandar Thani. Raden Patah Raden Patah atau Jim-Bun merupakan pendiri Kesultanan Demak pada 1478. Raden Patah merupakan anak Brawijaya, Raja Majapahit. Ibunya yaitu seorang putri keturunan Champa perbatasan Kamboja dan Vietnam yang beragama Islam. Ibu Raden Patah memiliki ketidakcocokan dengan permaisuri Raja Brawijaya. Karenanya, dengan berat hati Brawijaya menyingkirkan sang Ibu ke Palembang. Ia menyerahkan ibunya kepada adipati Palembang Arya Sedamar. Raden Patah dilahirkan di Palembang. Pada usia belasan tahun, Raden Patah berlayar ke Pulau Jawa untuk belajar di Ampel Delta. Raden Patah meninggal pada 1518. Ia meninggalkan dua orang putra, yaitu Pangeran Seda Sekar Lepen dan Pangeran Trenggono. Ia juga meninggalkan dua orang menantu, yaitu Pati Unus dan Fatahillah. Setelah Raden Patah mangkat, Pangeran Trenggono diangkat menjadi raja menggantikan Raden patah. Sultan Trenggono Sultan Trenggono merupakan raja Demak yang menggantikan Raden Patah. Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Demak mencapai puncak kejayaan. Ia menjadikan Demak sebagai pusat kekuasaan di Jawa dan salah satu pusat penyebaran agama Islam di nusantara. Selain itu, Sultan Trenggono memperluas kekuasaaan Demak sampai ke sebagian Jawa Barat, Jayakarta, Jawa Tengah, dan sebagian Jawa Timur. Penaklukan pesisir utara Jawa Barat dilakukan oleh Fatahillah, yang turut merintis berdirinya Kerajan Banten dan Cirebon. Sunan Gunung Jati Sunan Gunung Jati nama aslinya Syarif Hidayatullah. Ia merupakan pendiri kerajaan Cirebon. Dalam kekuasaannya, ia berhasil menjadikan Cirebon sebagai kerajaan Islam pertama di Jawa Barat. Sultan Ageng Tirtayasa Sultan Ageng Tirtayasa merupakan salah satu raja Banten. Ia merupakan putra Abu Mufakhir. Ia naik takhta menggantikan Abu’Ma’ali. Di bawah kepimpinannya, Kerajaan Banten mengalami puncak kejayaan. Ia mempertahankan Banten sebagai pusat perdagangan di nusantara dengan bersikap tegas menolak VOC Belanda. Saat itu, VOC ingin menerapkan monopoli perdagangan. Sultan Hasanuddin Sultan Hasanuddinbernama asli I Mallombasi Muhammad Bakir Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangepe. Ia dilahirkan di Makasar. Ia merupakan putra kedua dari Sultan Malikussaid. Sultan Hasanuddin merupakan raja Gowa ke-16. Kerajaan Gowa merupakan kerajaan besar di wilayah Indonesia Timur yang menguasai jalur perdagangan. Setelah memeluk agama Islam, Sultan Hasanuddin mendapat gelar Sultan Hasanuddin Tumenanga Ri Balla Pangkana. Namun, ia lebih dikenal dengan Sultan Hasanuddin. Karena keberaniannya, Sultan Hasanuddin dijuluki De Haantjes van Het Oosten oleh Belanda. Artinya, “ayam jantan/jago dari Benua Timur. Sultan Hasanuddin mengundurkan diri dari takhta kerajaan. Ia wafat pada 12 Juni 1670 dan dimakamkan di Katangka, Makassar. Pencarian Populer peninggalan jaman dulu agama islam hindu dan budha,peninggalan kerajaan pada masa hindu islam,peninggalan sejarah masa kerajaan pada masa hindu islam,tokoh dan peninggalan masa kerajaan hindu budha dan islam

BABIV: Kehidupan Masyarakat Indonesia Pada Masa Praaksara, Hindu-Buddha, dan Islam. A. Kehidupan Manusia Pada Masa Praaksara. Download RPP 1 lembar / halaman IPS kelas 7 semester genap pertemuan ke-17 s.d 22 sub materi pokok Kehidupan Manusia Pada Masa Praaksara: Contoh RPP PJJ 1 Lembar IPS Kelas 7 Materi Kehidupan Masa Praaksara
Squad, tahu nggak kalau berdasarkan arkeologi, terdapat beberapa pembabakan zaman di Indonesia. Dimulai dari zaman prasejarah, zaman klasik atau dikenal juga dengan zaman Hindu-Buddha, zaman Islam, dan zaman kolonial. Zaman Hindu-Buddha di Indonesia disebut juga sebagai masa klasik karena pengaruh kehadirannya yang kuat di Indonesia. Bahkan, jika ditelisik lebih jauh, pengaruh kehadiran Hindu-Buddha di Indonesia masih dapat kita lihat dan rasakan dalam kehidupan sehari-hari. Simak yuk pengaruh Hindu dan Buddha di masa kini! Pengaruh-pengaruh tersebut ada yang berupa pengaruh fisik dan nonfisik. Pengaruh fisik merupakan tinggalan dari zaman Hindu-Buddha yang dapat kita lihat secara fisik pada benda-benda masa kini. Sedangkan pengaruh nonfisik merupakan tinggalan yang memengaruhi adat, pola pikir, ataupun perilaku pada masyarakat masa kini. Penasaran apa saja pengaruh Hindu-Buddha di masa kini? 1. FISIK a. Wilayah Nusantara Wilayah Indonesia saat ini secara tidak langsung dipengaruhi oleh kehadiran kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha, yaitu Singasari, Sriwijaya, dan Majapahit. Pada masa Sriwijaya, wilayah kekuasaannya meliputi daerah Malayu di sekitar Jambi, daerah yang saat ini menjadi Pulau Bangka, daerah Lampung Selatan, serta usaha Sriwijaya untuk menaklukan Pulau Jawa. Di masa Singasari, wilayah kekuasaannya meliputi wilayah Pahang saat ini Malaysia, Malayu saat ini Sumatera Barat, Gurun nama pulau di Indonesia bagian timur, Bali, seluruh Pulau Jawa, Bakulapura dan Tanjungpura saat ini wilayah di barat daya Kalimantan. Peradaban Majapahit yang lebih maju dalam perniagaan dan seni serta wilayah kekuasaan yang luas, mengantarkannya menjadi salah satu kerajaan besar yang pernah ada di Asia Tenggara. Kerajaan maritim Hindu-Buddha memiliki pengaruh yang luas karena tidak terbatas hanya di daratan saja, sehingga dapat melakukan penjelajahan mengarungi lautan untuk menyebarluaskan pengaruh di bidang politik, ekonomi, dan budaya. Pada akhirnya, wilayah-wilayah kerajaan yang terbentuk pada masa itu membentuk wawasan tentang wilayah Nusantara yang sebagian besar menjadi negara Indonesia. Peta wilayah kekuasaan Majapahit. Sumber b. Bidang Arsitektur Salah satu pengaruh yang masih bertahan hingga saat ini adalah arsitektur pada bangunan di masa lalu yang banyak digunakan oleh bangunan masa kini. Beberapa bagian bangunan yang terpengaruh adalah pembagian bangunan dan halaman, atap bangunan, dan gapura. Pertama adalah bagian bangunan. Candi terdiri dari tiga bagian utama yaitu bhurloka dunia manusia, bhuvarloka dunia orang-orang yang tersucikan, dan svarloka dunia para dewa. Konsep ini kemudian diadaptasi dan saat ini dapat kamu lihat pada rumah-rumah tradisional Bali. Biasanya rumah tradisional Bali memiliki halaman yang luas dan dibagi ke dalam tiga bagian tersebut. Bangunan rumahnya terdiri dari bagian utama bagian atas bangunan, madya badan bangunan, dan nista kaki bangunan. Pembagian bagian-bagian bangunan pada rumah tradisional Bali. Selain itu, pembagian tersebut juga dapat dilihat pada halaman rumah yang dibagi menjadi tiga, yaitu jaba halaman depan, jaba tengah halaman tengah, dan jeroan halaman belakang/dalam. Selain pada pembagian bagian bangunan, pengaruh arsitektur juga dapat dilihat pada atap bangunan. Contohnya adalah Masjid Agung Demak yang menggunakan atap tumpang seperti pada pura. Atap tumpang pada Masjid Agung Demak. Sumber Selain dua hal di atas, bagian gapura juga dapat mengalami pengaruh dari Hindu-Buddha. Gapura Bajang Ratu dengan gaya arsitektur Paduraksa. Sumber Baca juga Kerajaan Hindu-Buddha Jenggala – Kediri, Singasari, dan Majapahit. Misalnya, Masjid Kudus yang dibangun oleh Sunan Kudus tahun 1549 M. Masjid ini memiliki arsitektur seperti bangunan pura pada bangunan. Selain itu, pada bagian gerbangnya memiliki bentuk gapura jenis candi bentar. Gapura siluet dan menara Masjid Agung Kudus. Sumber 2. NONFISIK a. Teknologi Perkapalan Teknologi perkapalan semakin maju sejak masa Hindu-Buddha khususnya Sriwijaya. Ciri khasnya antara lain adalah badan lambung kapal berbentuk seperti huruf V. Macam-macam bagian lambung kapal. Bentuk pertama atas adalah bentuk lambung kapal V. Sumber Ciri khas lainnya adalah bentuk haluan dan buritan yang simetris, tidak ada sekat-sekat kedap air di bagian lambungnya, tidak menggunakan paku besi dalam pembuatannya, serta kemudi berganda di kiri dan kanan buritan. Biasanya, kapal-kapal ini dibuat dengan teknik menyambung satu papan dengan papan lainnya, kemudian mengikatnya dengan tali ijuk. Kapal pada masa klasik, yang muncul pada relief di Candi Borobudur dan rekonstruksinya. Sumber b. Navigasi Pelayaran Pelayaran bangsa Indonesia pada masa kuno bergantung pada sistem angin musim. Pengetahuan tentang angin darat dan angin laut penting bagi pelaut. Untuk mengetahui arah, pada siang hari para pelaut memanfaatkan matahari, lalu di malam hari mereka menggunakan letak kelompok bintang tertentu di langit, seperti bintang mayang, bintang biduk, dan sebagainya. c. Sistem Pendidikan Jika saat ini kamu banyak menemukan sekolah yang memiliki asrama, itu adalah salah satu warisan masa klasik. Salah satu kerajaan yang terkenal dengan pendidikan agama Buddha-nya dan memiliki asrama adalah Sriwijaya. Saat itu kerajaan memiliki asrama mandala sebagai tempat untuk belajar ilmu keagamaan dan ilmu-ilmu lainnya. Asrama biasanya terletak di sekitar kompleks candi dan digunakan oleh para murid. d. Bahasa dan Sistem Aksara Pada masa awal Hindu-Buddha masuk ke Indonesia dari India, Bahasa Sanskerta hanya digunakan oleh kaum pendeta. Bahasa lain yang digunakan oleh masyarakat pada masa itu adalah Bahasa Pali. Pada akhirnya, Sanskerta-lah yang banyak memengaruhi Bahasa Indonesia. Berikut beberapa kata yang telah diserap atau sering digunakan dalam Bahasa Indonesia durhaka dari kata drohaka. Bahagia dari kata bhagya. Manusia dari kata manusya. Tirta berarti air. Eka, dwi, tri berarti satu, dua, tiga. e. Upacara/Tradisi Upacara/tradisi di masa Hindu dan Buddha banyak yang bertahan hingga saat ini. Beberapa upacara atau tradisi yang bertahan hingga saat ini seperti upacara ngaben, tradisi potong gigi, hari raya Waisak, ataupun wayang. Ngaben adalah upacara kematian dengan membakar mayatnya dan abunya dibuang ke laut. Tujuannya adalah untuk melepaskan Sang Atma roh dari belenggu keduniawian sehingga dapat dengan mudah bersatu dengan Tuhan Mokshatam Atmanam. Upacara Ngaben di Bali. Sumber Tradisi wayang juga masih bertahan hingga saat ini. Wayang mengalami percampuran dengan kebudayaan India melalui cerita-cerita seperti cerita Ramayana dan Mahabarata. Pagelaran wayang hingga sekarang masih sering diadakan di Indonesia mulai dari pagelaran wayang kulit, wayang golek. Itu dia, Squad, pengaruh Hindu-Buddha yang masih dapat kamu saksikan di masa kini. Tidak terasa, ya, kehadiran masa klasik di Indonesia memberikan banyak sekali pengaruh. Kamu bisa sebutkan pengaruh Hindu-Buddha di masa kini yang lain? Sebutkan di kolom komentar, yuk! Untuk kamu yang masih belum tahu, kamu bisa coba diskusikan dengan guru privat kamu di ruanglesonline. Sumber referensi Wardaya. 2009 Cakrawala Sejarah Untuk SMA/MA Kelas XI Program IPS. Jakarta Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional. Sumber foto Foto peta wilayah kerajaan Majapahit [Daring]. Tautan Diakses 18 November 2020 Foto masjid Agung Demak [Daring]. Tautan Diakses 18 November 2020 Foto gapura Bajang Ratu [Daring]. Tautan Diakses 18 November 2020 Foto gapura dan menara masjid Agung Kudus [Daring]. Tautan Diakses 18 November 2020 Foto macam-macam bagian lambung kapal [Daring]. Tautan Diakses 18 November 2020 Foto kapal Borobudur [Daring]. Tautan Diakses 18 November 2020 Foto upacara ngaben Bali [Daring]. Tautan Diakses 18 November 2020 Artikel terakhir diperbarui pada 18 November 2020
SEJARAHKEBUDAYAAN ISLAM KELAS XII ix PEMETAAN KOMPETENSI DASAR NO MATERI KOMPETENSI DASAR 1 Perkembangan Islam di Indonesia 1.1 Menghayati kewajiban dalam berdakwah 2.1 Mengamalkan semangat yang tinggi dalam berdakwah 3.1 Menganalisis jalur dan proses awal masuknya Islam di Indonesia 4.1 Membuat kerangka hasil analisis mengenai jalur dan proses awal masuknya Islam di Indonesia 2 Peran
Mahandis Yoanata Thamrin Para prajurit Keraton Yogyakarta, dari berbagai kesatuan wilayah, bersiap melakukan upacara Grebeg Syawal. kini dianut oleh mayoritas masyarakat Indonesia, ternyata dalam proses penyebarannya agama Islam mengadopsi tradisi Hindu-Buddha. Terbukti dari bangunan masa kesultanan yang memiliki falsafah tersebut. Hal itu diungkap oleh arkeolog Universitas Indonesia, Agus Aris Munandar, lewat diskusi Arkeologi Al-Qur'an di Nusantara, Jumat, 9 April 2021. Dalam forum itu juga ia memperkenalkan bukunya, Lawang Seketeng, yang mencatat temuan adopsi itu. Konsep Hindu-Buddha masih digunakan berkat pendekatan ajaran Islam yang disebarkan secara damai dan perlahan. Munandar menyebut, bahkan pembangunannya kesultanan masih menggunakan para pemikir yang mengetahui konsep itu. Baca Juga Sisik Melik Makna di Balik Toponimi 'Jalan Malioboro' di Yogyakarta Adopsi konsep juga dinilai dianggap diperbolehkan, dengan syarat tak mengganggu paham akidah Islam. "Kesinambungan konsep ruang ini saya amati terus berlanjut, seperti konsep Mahamerus sebagai pusat alam semesta, konsep Triloka-yang membagi tiga dunia, konsep Dewa Penjaga Mata Angin, dan Catuspatha," paparnya. Konsep-konsep itu sebenarnya sudah dikenal di era Hindu-Buddha di Jawa, terutama di masa akhirnya, Kerajaan Majapahit. Dalam paham Hindu-Buddha di Nusantara, masyarakat kerajaan mengenal penyakralan gunung. Kemudian diadopsi di periode Islam. Ia memberi contoh penyakralan tersebut lewat tempat makam para wali di gunung, dan keraton yang memiliki wilayah kuasa di sana. "[Kesultanan] Cirebon sendiri-dekat tempat asal saya, mereka mengacu pada Gunung Ciremai yang ada di belakangnya. Itu dianggap sakral," ujarnya. Baca Juga Mudik Lewat Cirebon, Ini 5 Kuliner Khas untuk Berbuka Puasa Hafidz Novalsyah/National Geographic Traveler Seorang abdi dalem dari Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, membantu mengamankan prosesi Grebeg. Pada konsep Triloka yang berdampak pada sistem tata ruang Kerajaan Hindu-Buddha pun diadopsi. Ia menyebut bagaimana sistem tata ruang keraton berbagai kesultanan di Jawa masih mengikuti Majapahit. "Disadari atau tidak, tetap terlihat dalam penatapan keraton-keraton di Jawa. Coba kita lihat di Cirebon, pembagian triloka jeroan depan, belakang itu sangat nyata," jelasnya. Konsep itu meletakkan pasar di sisi utara keraton, sama halnya dengan yang ada di Jogja, pasar Beringharjo. Meski kentara dan bukan prinsipnya, itu adalah simbol bahwa sisi utara selalu identik dengan dunia kehasratan. Tata ruang ini juga kentara dengan konsep Astadikpala Delapan Dewa Penjaga Mata Angin, yang terlihat dengan konsep pintu utama keraton dan alsafah peletakan bangunan kerajaan. Konsep Astadikpala ini sendiri sudah umum di dunia arkeologi Nusantara untuk memahami ruang. Berdasarkan catatan temuan, konsep dijalankan sejak masa Mataram kuno. "Misalnya, istana Sultan kini selalu menghadap ke timur yang menyimbolkan Indra. Sebab Indra adalah rajanya para dewa," ungkapnya. "Lewat konsep ini, sultan itu identik sebagai penguasa dari timur." Baca Juga Sumpah di Perbukitan Mollo, Kemenangan Kaum Ibu Melawan Pertambangan Budi ND Dharmawan Abdi dalem Keraton Yogyakarta bersiap membakar kemenyan di kompleks makam Raja Mataram di Imogiri. Pada kasus keraton Yogyakarta, konsep Astadikpala kian nyata dengan meletakan alun-alun di sisi selatan yang menggambarkan dunia gaib dan kematian. Sisi selatan sendiri dalam konsep itu dipegang oleh dewa Yama-dewa yang akan dijumpai pertama kali oleh orang yang meninggal. Sedangkan Gunung Merapi yang sebenarnya condong di sisi timur laut Jogja, yang merupakan arah perenungan dan ketenangan. Astadikpala juga mudah ditemukan dalam rangkaian arsitektur dan gaya seni yang masih tersisa, bahkan di dalam masjid yang dikemas dengan estika Islam. Penggunaannya juga masih diaplikasikan dalam pakaian kebesaran Keraton dengan emblem dengan bentuk konsep itu. Selain Astadikpala, hal seragam yang sangat menonjol dengan sisa kebudayaan Hindu-Buddha yang diterapkan juga lewat telaga buatan. Yunaidi Joepoet Wisatawan menikmati keindahan Umbul Muncar yang terletak di Kompleks Taman Sari Yogyakarta, Minggu "Setiap kali saya ke Trouwulan, itu ada segaran atau danau buatan yang berisi air sebagai penanda kota dan pelengkap kota," paparnya dan menerangkan penggunaan segara tua yang ditemukan barulah dari masa Majaphit. Pembangunan danau buatan atau segara ini bisa dilihat di Kesultanan Cirebon lewat Balong Segara, Tasik Ardi oleh Kesultanan Banten, dan Tamansari oleh Kesultanan Yogyakarta. Danau buatan itu sendiri memiliki dua makna, prgamatis dan dan simbolis. Munandar memaparkan, secara pragmatis ialah sebagai penampung air, cadangan air kejaan, dan rekreasi. Pada sisi simbolik, tempat itu mengacu pada kekuatan makrokosmos karena tempat itu hanya boleh diisi Sultan sebagai simbol Jambudwipa. Tempat yang sering didatangi pihak Keraton di segara itu adalah pulau kecil di tengahnya untuk menyepikan diri. Baca Juga Simbol-simbol Relief Gereja Puh Sarang dalam Bingkai Hindu-Jawa "Ini simbol kekuasaan dan keunggulan raja, sebagai simbol waruna-tempat tata aturan semesta. Berarti, tanpa raja, kerajaan ini bisa kacau," tambahnya. Meski demikian, Munandar mengakui bahwa buku terbarunya yang mengkaji simbol dan konsep ini masih sekedar pengantar dan masih terbatas di Pulau Jawa saja. Ia tak menutup kemungkinan bila konsep paham ini juga diterapkan di kerajaan di luar Pulau Jawa. Harapnya, paparannya lewat buku itu bisa jadi acuan untuk studi arkeologi keislaman yang memiliki kesamaan dengan masa Hindu-Buddha lebih dalam lagi. PROMOTED CONTENT Video Pilihan 21. Zaman sejarah Indonesia kuno, meliputi sejarah kerajaan-kerajaan bercorak Hindu-Budha. Zaman sejarah dimulai dengan berdirinya kerajaan Hindu pertama di Indonesia, Kutai di Kartanegara, Kalimantan Timur pada tahun 400 M, dengan ditemukannya 7 yupa, yang menceritakan nilai sosial, politik, dan ketuhanan dalam bentuk kerajaan serta sedekah kepada para brahmana.

ilustrasi kehidupan masyarakat Indonesia masa Islam, sumber gambar masyarakat Indonesia masa Islam dimulai pada abad ke-7 Masehi. Pada masa itu, agama Islam disebarkan melalui perdagangan oleh bangsa Arab, Gujarat, dan Persia. Para pedagang tersebut singgah di kawasan pesisir Sumaterta dan di sanalah mereka memperkenalkan ajaran buku Sejarah Masyarakat Islam Indonesia oleh Husain 2017, masuknya Islam ke Indonesia membawa pengaruh besar pada perkembangan spiritual masyarakat nusantara. Bukan hanya itu, pengaruh tersebut telah menyentuh berbagai aspek, baik politik, budaya, sosial, maupun Agama Islam terhadap Perkembangan IndonesiaApa saja pengaruh masuknya agama Islam di Indonesia? Berikut adalah penjelasan lengkapnya‱ Politik kerajaan Hindu-Budha mulai berkurang dan digantikan dengan kerajaan-kerajaan Islam.‱ Pendidikan pengajaran al-quran, cara beribadah, dan akhlak disampaikan di surau, langgar, masjid, dan pesantren.‱ Sosial Sistem kasta di masyarakat menjadi pudar karena Islam tidak mengindahkan sistem kasta.‱ Agama Terjadi akulturasi agama Islam dengan kepercayaan lokal.‱ Budayaan Kebudayaan Islam melengkapi kebudayaan yang sudah ada dan terdapat modifikasi atau penyesuaian dengan ajaran Masyarakat Indonesia pada Masa Islamilustrasi kehidupan masyarakat Indonesia masa Islam, sumber gambar adalah kehidupan masyarakat Indonesia pada masa IslamBentuk atap masjid di masa lampau mengandung unsur kemiripan dengan punden berundak di zaman megalitikum dan kebudayaan di Hindu-Buddha. Atap berbentuk tumpang pada masjid menandakan adanya hasil akulturasi budaya antara Islam, Hindu-Budha, dan tumpang adalah atap yang bentuknya berlapis-lapis. Semakin ke atas, bentuk atap tersebut semakin kecil, dan bagian paling atas berbentuk adalah salah satu bangunan masjid yang berfungsi untuk tempat mengumandangkan adzan. Bentuk menara masjid di masa lampau sangat mirip dengan bangunan candi di Jawa Timur. Hanya saja, bangunannya telah dimodifikasi dan disesuaikan dengan menggunakan atap yang ditempatkan di atas bukit atau pegunungan menandakan bahwa masih ada akulturasi budaya Islam dengan kepercayaan nenek moyang. Kepercayaan tersebut adalah perwujudan dari punden berundak di zaman agama Islam, membuat patung atau melukis makhluk hidup adalah sesuatu yang dilarang. Meskipun demikian, seni ukir masih tetap berkembang dengan memanfaatkan segala unsur yang berasal dari alam. Ragam seni tersebut juga dipadukan dengan huruf Arab kaligrafi untuk menyamarkan lukisan makhluk sejarah kehidupan masyarakat Indonesia masa Islam yang perlu kita ketahui. Tentunya, kehidupan masyarakat Islam telah mengalami perkembangan yang lebih pesat di masa kini. Meskipun demikian, tidak selayaknya kita melupakan sejarah yang telah membuat Islam berjaya.

BUDAYAJAWA PADA MASA BUDDHA - HINDU DAN MASA TRANSISI KE - ISLAM MAKALAH Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah : Islam dan Kebudayaan Jawa Dosen : Prof. Dr. Sri Suhandjati Oleh: M. Irfan Adiriyanto (1604026010) Nur Fatikah Sari (1604026013) Ahmad Fauzi Al-Mubarok (1604026014) M. Nailul Rifqi (1604026015) ILMU AL-QUR'AN DAN TAFSIR FAKULTAS Hindu Budha Di Indonesia Perkembangan, Teori, Sejarah dan Pengaruh adalah Keterlibatan bangsa Indonesia didalam kegiatan perdagangan serta juga pelayaran internasional yang menyebabkan timbulnya percampuran budaya. Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan Pengertian Dan Sifat Kebudayaan Terlengkap Pada permulaan tarikh masehi, pada Benua Asia terdapat 2dua negeri besar yang tingkat peradabannya itu dianggap sudah tinggi, yaitu India dan juga Cina. Kedua negeri tersebut menjalin hubungan ekonomi serta juga perdagangan yang baik. Arus lalu lintas perdagangan serta juga pelayaran berlangsung dengan melalui jalan darat serta laut. Salah satu jalur lalu lintas laut yang dilalui oleh India-Cina ialah Selat Malaka. Indonesia terletak di jalur posisi silang dua benua serta juga dua samudera, dan juga berada di dekat Selat Malaka mempunyai keuntungan, yakni Sering dikunjungi oleh bangsa asing, seperti India, Cina, Arab, serta juga Persia, Kesempatan untuk dapat melakukan hubungan perdagangan internasional terbuka dengan lebar, Pergaulan dengan bangsa-bangsa lain juga akan semakin luas, Pengaruh dari bangsa asing masuk ke Indonesia, seperti Hindu-Budha. Keterlibatan bangsa Indonesia didalam kegiatan perdagangan serta juga pelayaran internasional yang menyebabkan timbulnya percampuran budaya. India adalah negara pertama bangsa yang memberikan pengaruh kepada Indonesia, yakni didalam bentuk budaya Hindu. Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan Suku Mandobo – Bahasa, Kekerabatan, Kepercayaan, Kebudayan, Mata Pencaharian Teori Masuk Hindu Budha Indonesia Perkembangan ajaran Hindu-Budha di Indonesia tidak terlepas dari letak strategis Indonesia yang menjadikannya sebagai daerah dengan banyaknya orang asing yang ingin melakukan perdagangan di Indonesia. Sejalan dengan hal tersebut, maka disebarkanlah ajaran –ajaran termasuk di dalamnya ajaran Hindu-Budha. Ajaran Hindu-Budha telah banyak mewarnai kehidupan di negeri ini. Akan tetapi, proses pasti dari masuknya agama Hindu-Budha di Indonesia masih belum terkuak. Ada beberapa teori yang dikemukakan oleh para ahli sejarah perihal masuk dan berkembangnya agama Hindu-Budha di Indonesia. Teori tersebut adalah Teori Brahmana Teori ini dikemukakan oleh Leur. Dia berpendapat bahwasanya ajaran agama Hindu-Budha di Indonesia dikembangkan oleh para kaum Brahmana golongan pemuka agama dari negeri India. Hal ini didukung dengan penemuan-penemuan prasasti di Indonesia yang hamper semuanya menggunakan huruf Pallawa atau Sansakerta. Di India, aksara dan bahasa Pallawa maupun Sansakerta hanya dikuasai oleh kaum Brahmana. Selain dari bukti prasasti yang menjadi bukti teori Brahmana, terdapat satu lagi hal yang menjadi bukti pendukung teori ini, yaitu kebiasaan ajaran Hindu di Indonesia hampir sama dengan ajaran Hindu di India. Di dalam ajaran Hindu, pengajaran agama yang baik dan benar hanya boleh dilakukan oleh kaum Brahmana, dikarenakan mereka mempunyai ilmu yang cukup untuk menyebarkannya. Para kaum Brahmana dari negeri India diundang oleh para ketua suku di nusantara untuk mengembangkan dan mengajarkan ajaran agama Hindu-Budha di Indonesia. Pada saat itu, di Indonesia masih menganut kepercayaan animism atau dinamisme. Teori Waisya Teori ini berpendapat bahwa ajaran agama Hindu-Budha di Indonesia dibawa masuk dan berkembang berkat peran dari penganut agama dari golongan Waisya pedagang yang merupakan mayoritas penduduk di India. Para pedagang ini selain melakukan perdagangan di Nusantara, juga menyebarkan paham agama Hindu-Budha di Indonesia. Pada zaman tersebut, pelayaran masih sangat ditentukan oleh musim angin atau tidak. Saat musim angin tidak ada, maka para pedagang dari India tidak bisa kembali ke daerahnya dengan menggunakan kapal-kapal. Maka pada saat itu, mereka menetap sementara di wilayah nusantara sampai musim angin tiba. Diantara kegiatan mereka pada saat menetap ialah menyebarkan kepada penduduk pribumi ajaran agama Hindu-Budha. Teori ini dikemukakan oleh Teori Ksatria Dalam teori ini yang dikemukakan oleh Mookerji, dan ini berpendapat bahwasanya ajaran agama Hindu dan Budha di Indonesia dibawa oleh kaum golongan ksatria. Hal ini idak bisa dilepaskan dari sejarah perkembangan agama Hindu Budha di India. Saat itu di India, terjadi perebutan kekuasaan antara golongan penguasa kerajaan di India. Oleh karena itu, para golongan ksatria yang kalah perang harus melarikan diri ke daerah-daerah lain, tidak terkecuali Indonesia. Di Indonesia, mereka berusaha mendirikan kelompok-kelompokm dan pada akhirnya mendirikan sebuah kerajaan yang bercorak Hindu-Budha seperti pada daerah asalnya. Dalam perkembangannya, mereka juga menyebarkan ajraan gama Hindu-Budha kepada masyarakat lokal tempat kerajaan itu berdiri. Teori Arus Balik Nasional Dalam teori ini, penyebaran agama Hindu-Budha di Indonesia tidak terlepas dari pastisipasi aktif penduduk nusantara dalam menyebarkan ajaran ini. Pada saat pertama kali dikembangkan oleh para pemuka agam ahIndu-Budha dari negeri India, mereka tertarik dan pada akhirnya berusaha mempelajari ajaran tersebut ke negeri asalnya, yaitu India. Para penduduk lokal berangkat ke India untuk mempelajari langsung ajaran-ajaran yang dipraktekkan di dalam agama Hindu-budha. Jika dirasa sudah cukup, maka mereka pulang ke Indonesia dan menyebarkan ajaran yang telah mereka dapatkan dengan masyarakat lainnya. Teori ini dikembangkan oleh Bosch Teori Sudra Teorin ini dikembangkan oleh van Faber. Dia berpendapat bahwa ajaran agama Hindu-Budha dikembangkan di Indonesia melalui para kaum Sudra budak yang bermigrasi dari India ke Indonesia untuk mencari penghidupan dan kehidupan yang layak. Di samping itu, merekajuga menyebarkan ajaran agama Hindu-Budha kepad amayarakat lokal. Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan “Sejarah Bangsa Akkadia” Definisi & Perekonomian – Bahasa – Kebudayaan – Kepercayaan Sejarah Kerajaan Hindu Budha di Indonesia Kerajaan Kutai Kerajaan Kutai terletak di Kalimantan Timur dan merupakan kerajaan tertua di Indonesia. Kerajaan Kutai adalah kerajaan bercorak agama Hindu pertama di Indonesia. Terdapat oeninggalan sejarah di kerajaan ini, diantaranya adalah tujuh buah prasasti yang dipahat di atas taing batu yang disebut dengan Yupa. Prasasti ini berbentuk huruf Pallawa dengan angka tahun di dalamnya ialah 400 M. dengan ditemukannya prasasti dengan huruf Pallawa ini, Indonesia sudah memasuki zaman sejarah dimana masyarakatnya sudah mengenal tulisan sebagai alat untuk berkomunikasi. Diantara raja-raja yang pernah memerintah di kerajaan Kutai ialah Kudungga, Asmawarman, dan Mulawarman. Kerajaan Taruma Negara Kerajaan ini ditemukan di daerah Bogor, Jawa Barat dan diperkirakan sudah berdiri sejak abad ke-5 Masehi. Diantara peninggalan-peninggalan kerajaan Taruma Negara yang terkenal diantaranya pasasti tugu, lebak, pasir awi, jambu, muara cireteun, dan prasasti kebon kopi. Dari prasasti-prasasti di atas, bercerita bahwasanya yang memerintah kerajaan Taruma Negara adalah seorang raja yang snagat bijaksana dan adil serta sangat memperhatikan kemakmuran pada rakyatnya. Ia adalah Purnawarman. Kerajaan Melayu Dharmasraya Kerajaan Melayu merupakan slaah satu kerajaan bercorak Hindu-Budha di daerah Sumatera. Selain kerajaan Melayu, terdapat satu lagi kerajaan bercorak Hindu-Budha di Indonesia, yaitu kerajaan Sriwijaya yang terletak di Sumatera Selatan. Kerajaan Melayu Dharmasraya terletak di daerah Jambi. Kerajaan Sriwijaya Kerajaan ini sudah berdiri sekitar abad ke-7 Masehi. Kerajaan Sriwijaya terletak di daerah Palembang, Sumatera Selatan. Bukti yang mendukung adanya kerajaan Sriwijaya adalah prasasti-prasasti yang berhuruf Pallawa, yaitu prasasti Talang Tuo, Kota Kapur, Karang Berahi, Kedukan Bukti,dan prasasti Telaga Batu. Dari prasasti-prasasti tersebut dapat diketahui bahwa kerajaan Sriwijaya menganut ajaran agama Budha dengan puncak kejayaan berada pada saat raja Bala Putra Dewa memerintah. Kerajaan Majapahit Majapahit merupakan kerajaan bercorak Hindu-Budha yang terletak di desa Tarik, Mojokerto, Jawa Timur. Pendiri kerajaan Majapahit adalah Raden Wijaya dengan puncak kejayaan berada saat Gajah Mada memerintah. Setelah itu, puncak kekuasaan digantikan oleh Hayam Wuruk. Setelah itu, kerajaan Majapahit sedikit demi sedikit mulai memudar dikarenakan karena penerus-penerus dari Hayam Wuruk tidam mempunyai kemampuan yang mumpuni. Selain itu, adanya perkembangan agama Islam dari kerajaan Demak juga snagat mempengaruhi runtuhnya kerajaan Majapahit. Kerajaan Bali Sesuai dengan namanya, kerajaan ini terletak di Pulau Bali. Kerajaan Bali merupakan kerajaan bercorak Hindu yang diakui kehebatannya. Bahkan sampai sekarang, mayoritas penduduk Bali masih beragama Hindu. Pada tahun 914 Masehi seperti yang tertulis dalam prasasti Sanur, diceritakan bahwa terjadi peperangan antara kerajaan Bali dnegan kerajaan Padjajaran. Peperangan ini terjadi di bawah kekuasaan raja Sri Baduga Maharaja. Perang ini juga terkenal dengan nama Perang Bubat. Kerajaan Kediri Kerajaan ini berdiri di daerah Daha, Kediri, Jawa Timur. Dari bukti-bukti yang pernah ditemukan bahwa kerajaan Kediri mempunyai seorang raja yang terkenal adil dan sangat memperhatikan kemakmuran rakyatnya. Raj atersebut bernama Jayabaya. Kerajaan ini berdiri sekitar abad ke-12 Masehi. Kerajaan Medang Kerajaan Medang berdiri sekitar abad ke-10 Masehi dnegan pendirinya yaitu Mpu Sindok. Sebenarnya, kerajaan Medang merupakan kerajaan pecahan dari kerajaan Mataram Kuno yang mengalami kehancuran. Mpu Sindok menamakan dinasti kekuasaannya dengan nama Dinasti Isyana. Kerajaan Medang terletak di sekitar sungai Brantas, Jawa Timur. Kerajaan Singosari Kerajaan Singosari terbentuk setelah meletusnya perang Ganter pada tahun 1222 Masehi antara kerajaan Kediri yang dipimpin oleh raja Kertajaya melawan pasukan Brahmana yang dibantu oleh Ken Arok. Setelah dinasti raja Kertajaya dapat ditaklukkan, maka berdirilah kerajaan Singosari di bawah kepemimpinan raja Ken Arok yang bergelar Kertarejasa. Kerajaan Mataram Kuno Kerajaan ini diperkirakan terbentuk sekitar abad ke-8 Masehi. Hal ini didukung dengan penemuan prasasti Canggal. Diantara raja-raja yang pernah memerintah kerajaan Mataram Kuno, yang sangat terkenal adalah Dinasti Sanjaya dan dinasti Syailendra. Kerajaan Sunda Kerajaan Sunda merupakan kerajaan yang ada diantara tahun 932 Masehi-1579 Masehi di daerah Bogor, Jawa Barat. Pada masa perkembangannya, kerajaan ini sudah dapat menguasai sebagian wilayah selatan pula Sumatera. Sekitar abad ke-14 Masehi, ibukota kerajaan Sunda pindah ke Pakuan Pajajaran dan memiliki dua pelabuhan yang terkenal, yaitu Kalapa dan Banten. Kerajaan Sunda ditaklukkan oleh Maulana Yusuf pada tahun 1579 Masehi. Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan “Kerajaan Buleleng” Sejarah & Kehidupan Politik – Sosial Budaya – Ekonomi – Agama Perkembangan Hindu Budha di Indonesia Pada permulaan tarikh masehi, di Benua Asia terdapat dua negeri besar yang tingkat peradabannya dianggap sudah tinggi, yaitu India dan Cina. Kedua negeri ini menjalin hubungan ekonomi dan perdagangan yang baik. Arus lalu lintas perdagangan dan pelayaran berlangsung melalui jalan darat dan laut. Salah satu jalur lalu lintas laut yang dilewati India-Cina adalah Selat Malaka. Indonesia yang terletak di jalur posisi silang dua benua dan dua samudera, serta berada di dekat Selat Malaka memiliki keuntungan, yaitu Sering dikunjungi bangsa-bangsa asing, seperti India, Cina, Arab, dan Persia, Kesempatan melakukan hubungan perdagangan internasional terbuka lebar, Pergaulan dengan bangsa-bangsa lain semakin luas, dan Pengaruh asing masuk ke Indonesia, seperti Hindu-Budha. Keterlibatan bangsa Indonesia dalam kegiatan perdagangan dan pelayaran internasional menyebabkan timbulnya percampuran budaya. India merupakan negara pertama yang memberikan pengaruh kepada Indonesia, yaitu dalam bentuk budaya Hindu. Ada beberapa hipotesis yang dikemukakan para ahli tentang proses masuknya budaya Hindu-Buddha ke Indonesia. Hipotesis Brahmana Hipotesis ini mengungkapkan bahwa kaum brahmana amat berperan dalam upaya penyebaran budaya Hindu di Indonesia. Para brahmana mendapat undangan dari penguasa Indonesia untuk menobatkan raja dan memimpin upacara-upacara keagamaan. Pendukung hipotesis ini adalah Van Leur. Hipotesis Ksatria Pada hipotesis ksatria, peranan penyebaran agama dan budaya Hindu dilakukan oleh kaum ksatria. Menurut hipotesis ini, di masa lampau di India sering terjadi peperangan antargolongan di dalam masyarakat. Para prajurit yang kalah atau jenuh menghadapi perang, lantas meninggalkan India. Rupanya, diantara mereka ada pula yang sampai ke wilayah Indonesia. Mereka inilah yang kemudian berusaha mendirikan koloni-koloni baru sebagai tempat tinggalnya. Di tempat itu pula terjadi proses penyebaran agama dan budaya Hindu. Bosch adalah salah seorang pendukung hipotesis ksatria. Hipotesis Waisya Menurut para pendukung hipotesis waisya, kaum waisya yang berasal dari kelompok pedagang telah berperan dalam menyebarkan budaya Hindu ke Nusantara. Para pedagang banyak berhubungan dengan para penguasa beserta rakyatnya. Jalinan hubungan itu telah membuka peluang bagi terjadinya proses penyebaran budaya Hindu. Krom adalah salah satu pendukung dari hipotesis waisya. Hipotesis Sudra Von van Faber mengungkapkan bahwa peperangan yang tejadi di India telah menyebabkan golongan sudra menjadi orang buangan. Mereka kemudian meninggalkan India dengan mengikuti kaum waisya. Dengan jumlah yang besar, diduga golongan sudralah yang memberi andil dalam penyebaran budaya Hindu ke Nusantara. Selain pendapat di atas, para ahli menduga banyak pemuda di wilayah Indonesia yang belajar agama Hindu dan Buddha ke India. Di perantauan mereka mendirikan organisasi yang disebut Sanggha. Setelah memperoleh ilmu yang banyak, mereka kembali untuk menyebarkannya. Pendapat semacam ini disebut Teori Arus Balik. Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan “Suku Nias” Definisi & Asal Usul – Budaya – Bahasa – Mata Pencaharian – Agama – Kepercayaan Pada umumnya para ahli cenderung kepada pendapat yang menyatakan bahwa masuknya budaya Hindu ke Indonesia itu dibawa dan disebarluaskan oleh orang-orang Indonesia sendiri. Bukti tertua pengaruh budaya India di Indonesia adalah penemuan arca perunggu Buddha di daerah Sempaga Sulawesi Selatan. Dilihat dari bentuknya, arca ini mempunyai langgam yang sama dengan arca yang dibuat di Amarawati India. Para ahli memperkirakan, arca Buddha tersebut merupakan barang dagangan atau barang persembahan untuk bangunan suci agama Buddha. Selain itu, banyak pula ditemukan prasasti tertua dalam bahasa Sanskerta dan Malayu kuno. Berita yang disampaikan prasasti-prasasti itu memberi petunjuk bahwa budaya Hindu menyebar di Kerajaan Sriwijaya pada abad ke-7 Masehi. Masuknya pengaruh unsur kebudayaan Hindu-Buddha dari India telah mengubah dan menambah khasanah budaya Indonesia dalam beberapa aspek kehidupan. Keterlibatan bangsa Indonesia didalam kegiatan perdagangan serta juga pelayaran internasional yang menyebabkan timbulnya percampuran budaya. India adalah negara pertama bangsa yang memberikan pengaruh kepada Indonesia, yakni didalam bentuk budaya Hindu. Terdapat beberapa hipotesis yang dinyatakan para ahli megenai proses masuknya budaya Hindu-Buddha ke Indonesia. Hipotesis Brahmana Hipotesis adalah mengungkapkan bahwa kaum brahmana tersebut amat berperan didalam upaya penyebaran budaya Hindu diIndonesia. Para brahmana tersebut mendapat undangan dari penguasa Indonesia untukdapat menobatkan raja serta juga memimpin upacara-upacara keagamaan. Pendukung hipotesis tersebut adalah Van Leur. Hipotesis Ksatria hipotesis ksatria, peranan dalam penyebaran agama serta budaya Hindu dilakukan oleh kaum ksatria ini. Menurut hipotesis tersebut , pada masa lampau di India sering terjadi peperangan diantar golongan pada dalam masyarakat. Para prajurit yang kalah atau juga jenuh menghadapi perang, lantas pergi meninggalkan India. Rupanya, diantara mereka terdapat juga yang sampai kewilayah Indonesia. Mereka itulah yang kemudian berusaha untuk mendirikan koloni-koloni baru ialah sebagai tempat tinggalnya. pada tempat itu juga terjadi suatu proses penyebaran agama serta juga budaya Hindu. Bosch ialah salah seorang dari pendukung hipotesis ksatria. Hipotesis Waisya Menurut pendukung hipotesis waisya ini, kaum waisya tersebut yang berasal dari kelompok pedagang telah berperan didalam menyebarkan budaya Hindu ke Indonesia ini. Para pedagang tersebut banyak berhubungan dengan para penguasa dan juga beserta rakyatnya. Jalinan pada hubungan tersebut telah membuka peluang terjadinya proses penyebaran budaya Hindu. Krom ialah salah satu pendukung dari hipotesis waisya tersebut. Hipotesis Sudra Von van Faber menyatakan bahwa peperangan yang tejadi pada India telah menyebabkan golongan sudra menjadi sekolompok orang buangan. Mereka kemudian pergi meninggalkan India dengan mengikuti kaum waisya tersebut. Dalam jumlah yang besar, diduga golongan sudralah tersebut yang memberi andil didalam penyebaran budaya Hindu ke Indonesia. para ahli menduga banyak para pemuda di wilayah Indonesia ini yang belajar agama Hindu serta Buddha ke India. Di perantauan mereka mendirikan suatu organisasi yang disebut Sanggha. Setelah memperoleh keilmuan yang banyak, mereka kembali lagi ke Indonesia untuk menyebarkannya. Pendapat ini disebut dengan Teori Arus Balik. Pada dasarnya para ahli cenderung kearah pendapat yang mengemukakan bahwa masuknya budaya Hindu ke Indonesia itu dibawa serta juga disebarluaskan oleh bangsa Indonesia sendiri. Bukti tertua yang pengaruh budaya India di Indonesia ialah terdapatnya penemuan arca perunggu Buddha didaerah Sempaga Sulawesi Selatan. Dilihat dari bentuknya, arca ini mempunyai langgam yang sama dengan arca yang dibuat di Amarawati India. Selain itu juga, banyak pula ditemukannya prasasti tertua didalam bahasa Sanskerta serta Malayu kuno. Berita yang disampaikan oleh prasasti-prasasti tersebut memberi petunjuk ialah bahwa budaya Hindu tersebut menyebar di Kerajaan Sriwijaya diabad ke-7 Masehi. Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan “Kerajaan Samudera Pasai” Sejarah & Kehidupan Politik – Ekonomi – Sosial – Budaya Pengaruh Hindu Budha Di Indonesia Masuknya suatu ajaran yang telah lama berkembang pastinya akan meninggalkan suatu pengaruh-pengaruh di dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Pengaruh-pengaruh tersebut dapat digolongkan ke dalam beberapa hal, yaitu Agama Sebelum mengenal ajaran Hindu-Budha, masyarakat lokal Indonesia telah menganut system kepercayaan animism dan dinamisme, yaitu kepercayaan yang mempercayai ruh nenek moyang, pohon-pohon besar, atau binatang sebagai dewa. Dengan masuknya ajaran Hindu-Budha, terjadi perubahan-perubahan di dalam masyarakat, seperti upacara-upacara keagamaan, tata karma, serta bentuk peribadatan. Pemerintahan Masyarakat Indonesia mulai mengenal system kepemerintahan sejak masuknya ajaran Hindu-Budha di Indonesia yang dikenalkan oleh orang India. Di dalam system tersebut, kelompok-kelompok kecil masyarakat bersatu di bawah tampuk kepemimpinan seseorang yang dianggap memiliki kemampuan terbaik dan terkuat. Oleh sebab itu, timbullah kerajaan-kerajaan di Indonesia dnegan corak Hindu-Budha. Arsitektur Salah satu tradisi yang sudah ada sejak zaman megalitikum pada masyarakat Indonesia adalah bangunan-bangunan seperti Punden Berundak. Dengan masuknya jaaran Hindu-Budha, maka terjadi peleburan kebudayaan antara Indonesia dan India dengan lahirnya pembuatan-pembuatan candi berbentuk limas dan bertingkat-tingkat berundak-undak. Hal ini menjadi bukti terdapatnya perpaduan antara budaya Indonesia dan India. Bahasa Sejak masuk dan berkembangnya ajaran Hindu-Budha di Indonesia, masyrakat pribumi yang dulunya belum mengenal tulisan zaman pra-sejarah berubah menjadi telah mengenal tulisan sebagai slaah satu media komunikasi zaman sejarah. Hal ini didukung dnegan penemuan prasasti-prasasti dengan huruf Pallawa dan berbahasa Sansakerta. Bahkan sampai saat ini, bahasa Sansakerta masih digunakan, contohnya adalah Pancasila, Dasa Dharma, Kartika Eka Paksi, dan lain-lain. Sastra Dengan masuknya ajaran Hindu-Budha di Indonesia, tidak terlepas dari masuknya pengaruh-pengaruh sastra dari India. Para penyebar ajaran Hindu-Budha membawa kitab-kitab yang menjadi rujukan, seperti Ramayan dan Mahabrata. Adanya kitab-kitab tersebut memacu semangat dari para pujangga Indonesia untuk menciptakan hal yang sama. Diantara banyak karya-karya sastra, yang terkenal adalah Arjunawiwaha karya Mpu Kanwa, Kitab Sutasoma karya Mpu Tantular, dan kitab Negarakertagama karya Mpu Prapanca. Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan Suku Minangkabau – Sejarah, Kebudayaan, Adat Istiadat, Kekerabatan, Bahasa, Makanan, Pakaian, Rumah Adat Perkembangan Agama Hindu Budha di Indonesia Agama Buddha tersebut diajarkan oleh Sidharta Gautama di India ditahun ± 531 SM. Ayahnya ialah seorang raja bernama Sudhodana sertaibunya Dewi Maya. Buddha artinya ialah orang yang telah sadar serta juga ingin melepaskan diri dari samsara. Kitab suci agama Buddha adalah Tripittaka artinya “Tiga Keranjang” yang ditulis dengan bahasa Poli. ada juga yang dimaksud dengan Tiga Keranjang adalah Winayapittaka Berisikan peraturan-peraturan serta juga hukum yang harus dijalankan oleh umat Buddha. Sutrantapittaka Berisikan wejangan-wejangan atau juga ajaran dari sang Buddha. Abhidarmapittaka Berisikan penjelasan mengenai soal-soal keagamaan. Pemeluk Buddha tersebut wajib melaksanakan Tri Dharma atau “Tiga Kebaktian” yakni Buddha yakni berbakti kepada Buddha. Dharma yakni berbakti kepada ajaran-ajaran Buddha. Sangga yakni berbakti kepada pemeluk-pemeluk Buddha. Selain itu agar orang dapat mencapai nirwana tersebut harus mengikuti 8 delapan jalan kebenaran atau juga Astavidha yakni Pandangan yang benar. Niat yang benar. Perkataan yang benar. Perbuatan yang benar. Penghidupan yang benar. Usaha yang benar. Perhatian yang benar. Bersemedi yang benar. Disebabkan munculnya berbagai penafsiran dari ajaran Buddha, akhirnya menimbulkan dua aliran dalam agama Buddha yaitu Buddha Hinayana, yakni pada tiap-tiap orang dapat mencapai nirwana atas usahanya sendiri. Buddha Mahayana, yakni orang bisa mencapai nirwana dengan usaha bersama serta saling membantu. Pemeluk Buddha tersebut juga mempunyai tempat-tempat yang dianggap suci serta juga keramat yakni Kapilawastu, yakni tempat lahirnya Sang Buddha. Bodh Gaya, yakni tempat Sang Buddha bersemedi dan memperoleh Bodhi. Sarnath atau Benares, yakni tempat Sang Buddha mengajarkan ajarannya pertama kali. Kusinagara, yakni tempat wafatnya Sang Buddha. Mungkin Dibawah Ini yang Kamu Cari Dalams oal dan jawaban tentang zaman pra aksara ini, ada beberapa materi pokok yang digunakan dalam penyusunan soal, antara lain 1) Awal kehidupan masyarakat Indonesia , 2) Asal-usul nenek Moyang bangsa Indonesia, termasuk manusia purba dan 3) Kebudayaan zaman praaksara (kebudayaan manusia purba). Sebelumnya kami telah membuat soal dengan ArticlePDF Available AbstractThe development of acculturation of Hindu, Buddhist and Islamic cultures in Indonesia is studied as a part of Indonesian national historical textbooks. In order to understand and discover the elements of acculturation in historical events, this study is conducted based on the historical textbook theory and cultural acculturation theory. This study is aimed at finding the relationship and values in historical education. Critical discourse analysis is used as a method of analysis to unveil the acculturation values contained on history textbooks in schools. Hence, the study results showed that there is a relation between textual study of history textbooks and the acculturation of Hindu, Buddha and Islam culture. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. JPIS Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, Volume 26, Nomor 1, Juni 2017 101 AKULTURASI KEBUDAYAANAN HINDU-BUDHA-ISLAM DALAM BUKU TEKS PELAJARAN SEJARAH NASIONAL INDONESIA Yanyan Suryana Jurusan Pendidikan Sejarah, Universitas Siliwangi yanyancenter ABSTRACT The development of acculturation of Hindu, Buddhist and Islamic cultures in Indonesia is studied as a part of Indonesian national historical textbooks. In order to understand and discover the elements of acculturation in historical events, this study is conducted based on the historical textbook theory and cultural acculturation theory. This study is aimed at finding the relationship and values in historical education. Critical discourse analysis is used as a method of analysis to unveil the acculturation values contained on history textbooks in schools. Hence, the study results showed that there is a relation between textual study of history textbooks and the acculturation of Hindu, Buddha and Islam culture. Keywords Acculturation, History textbooks ABSTRAK Perkembangan akulturasi kebudayaan Hindu, Budha, dan Islam di Indonesia merupakan kajian buku teks pelajaran sejarah nasional Indonesia. Agar dapat memahami dan menemukan unsur-unsur akulturasi pada peristiwa sejarah, maka kajian ini harus didasarkan pada teori buku teks pelajaran sejarah dan teori akulturasi kebudayaan. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan hubungan dan makna nilai dalam pendidikan sejarah. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis teks/wacana kritis pada buku teks pelajaran sejarah di sekolah. Hasil dari penelitian ini adalah terdapat hubungan antara kajian buku teks sejarah dengan akulturasi kebudayaan Hindu, Budha, dan Islam. Kata kunci Akulturasi Kebudayaan,Buku Teks Pelajaran Sejarah PENDAHULUAN Perkembangan masyarakat Indonesia khususnya menyikapi akulturasi masih berangapan atau memahami bahwa terjadi hanya pada saat ini, padahal akulturasi kebudayaan merupakan bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia tidak terjadi secara tiba-tiba namun melalui proses historis yang panjang. Hal itu jauh sebelum masyarakat barat mendengungkan istilah akulturasi kebudayaan,masyarakat Indonesia telah hidup dengan Akulturasi kebudayaan yang sangat kaya yang meliputi suku bangsa, bahasa, adat istiadat, agama, dan sebagainya. Akulturasi kebudayaan tersebut merupakan anugerah bagi masyarakat Indonesia,namun jika tidak dapat disikapi dengan baik, maka akulturasi kebudayaan justru menjadi malapetaka yang dikenal dengan konflik. Hal diatas menunjukan bahwa pendidikan sejarah lewat buku teks dapat menjadi media untuk dapat menyikapinya, maka dipertegas Menurut Helius Sjamsuddin 1998, hlm. 103 kedudukan, fungsi dan peranan buku teks sejarah amat strategis karena menyangkut pembentukan aspek-aspek kognitif intelektual dan afektif apresiasi, nilai-nilai semua peserta didik dari setiap jenjang pendidikan. Perkembangan dan inovasi pendidikan melalui kurikulum dan kemampuan pendidik beserta potensi kompetensi siswa tidak terlepas dari kualitas buku teks pelajaran maka “Dalam wilayah pendidikan, sejarah harus menjadi sesuatu yang memberikan pelajaran bagi kehidupan manusia” Mulyana dalam Hasan, 2012, hlm. iv. Berkaitan dengan hal diatas sudah dapat disimpulkan bahwa ”Sejarah tak hanya pengetahuan, tetapi juga menyangkut kesadaran” Abdullah, 1985, hlm. ix. Maka dengan demikian diperlukan suatu 102 Yanyan Suryana Akulturasi Kebudayaan dalam Buku Teks Pelajaran Sejarah 
 pembelajaran akulturasi dalam analisis buku teks pelajaran sejarah yang mendeskripsikan peranan pelajaran sejarah terhadap pemaknaan akulturasi kebudayaan. Kondisi di era baru ini banyak terdapat pengaruh dari luar yang berintegrasi dengan sesuatu yang asli dalam arti kelokalan sebagai suatu unsur sehingga menghilangkan unsur-unsur yang aslinya,sehingga disadari atau tidak disadari sudah menjadi bahaya laten yang mampu melupakan bahkan menghilangkan jati diri bangsa,bahkan dapat mendorong retaknya suatu persatuan dan kesatuan. Mengingat hal diatas maka penulis memandang perlunya analisis wacana Historiografi buku teks pelajaran sekolah khusus nya ke arah Akulturasi Kebudayaanan Hindu-Budha dan Islam menjadi pembelajaran pelajaran sejarah untuk menjawab dan menyelesaikan masalah-masalah kedepan bangsa ini. METODE PENELITIAN Analisis teks/wacana kritis ini terlebih dahulu perlu memahami apa yang dimaksud teks/wacana tersebut, seperti yang diungkapkan menurut Ricoeur bahwa teks adalah wacana, maksudnya berarti mirip tapi tak sama dalam arti bahwa ada perbedaan tetapi perbedaan itu saling melengkapi karena teks itu kumpulan dari wacana. Hal diatas dipertegas menurut Hidayat 1996, hlm. 129-130 bahwa teks adalah “fiksasi atau penggambaran sebuah peristiwa wacana lisan dalam bentuk tulisan”. maka ungkapan secara lisan atau tulisan yang terdapat dalam buku teks pelajaran sekolah khusus berkait dengan kajian akulturasi kebudayaan dalam historiografi pelajaran sekolah merupakan pemaknaan tentang akulturasi kebudayaan Hindu-Budha-Islam sebagai kajian antropologi kebudayaan dengan kajian sejarah yang identik dengan kronologis dan periodesasi. Hubungan, Maksud dan Tujuan Analisis Wacana Kritis pada Buku Teks Sejarah dengan Konsep Akulturasi Kebudayaan. Maka hal diatas menunjukan adanya hubungan, hal itu dipertegas Ihromi, 1999, hlm. 56-57 bahwa informasi Morgan dan Tylor dihimpun dari catatan harian pedagang yang berkelana, para penyiar agama, penjelajah-penjelajah. Proses menggali informasi itu dilakukan oleh para peneliti antropologi sudah termasuk bagian dari metode penelitian sejarah khusus pada tahap heuristik pengumpulan data primer dan sekunder yang ditunjukan oleh pengumpulan catatan harian dari pelaku sejarah dan pelaku akulturasi kebudayaan. Hal tersebut diatas dipertegas menurut Ismaun 1993, hlm. 279 sejarah sebagai peristiwa artinya peristiwa-peristiwa tersebut benar terjadi dan didukung oleh evidensi-evidensi yang menguatkan,seperti berupa saksi mata witness yang dijadikan sumber-sumber sejarah historical sources,peninggalan-peninggalan relics atau remains,dan catatan-catatan records Lucey, 1984, hlm. 27. Berkait bahwa wacana adalah lisan dan di tuangkan dalam teks tertulis dalam historiografi buku teks pelajaran sekolah merupakan proses penelitian sejarah seperti yang diungkapakan Sjamsudin, 1996, hlm. 78 ada dua macam sumber lisan. Pertama, sejarah lisan oral history, contoh ingatan lisan oral reminiscence, yaitu ingatan pertama yang ditutur secara lisan oleh orang-orang yang diwawancarai oleh sejarawan. Kedua, tradisi lisan oral tradition, yaitu narasi dan deskripsi dari orang-orang dan peristiwa-peristiwa pada masa lalu yang disampaikan dari mulut ke mulut. Hal diatas menjadi dasar bahwa konsep akulturasi kebudayaan khusus dalam sejarah perkembangan Hindu-Budha-Islam merupakan salah satu kajian sejarah yang terdapat pada buku teks pelajaran sejarah yang tertuang dalam teks sehingga untuk dapat menggali dan memaknai memerlukan metodelogi analisis teks kritis, maka teks merupakan wacana lisan yang di deskripsikan dalam bentuk teks ini dipertegas Sobur, 2002, hlm. 53 apabila tulisan adalah bahasa lisan yang difiksasikan ke dalam bentuk tulisan, JPIS Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, Volume 26, Nomor 1, Juni 2017 103 maka teks adalah wacana lisan yang difiksasikan ke dalam bentuk teks/wacana. PEMBAHASAN 1. Teori Akulturasi Kebudayaan Akulturasi kebudayaan Redfield 1936 adalah suatu fenomena yang merupakan hasil ketika suatu kelompok individu yang memiliki kebudayaanan yang berdeda datang dan secara berkesinambungan melakukan kontak dari perjumpaan pertama, yang kemudian mengalami perubahan dalam pola kebudayaan asli salah satu atau kedua kelompok tersebut. Menyikapi bahwa akulturasi kebudayaan merupakan suatu kontak dan yang melibatkan dua atau lebih komponen atau aspek lainnya yang mendorong suatu dengan hal diatas dipertegas akulturasi menurut Organization for Migration 2004 merupakan adaptasi progresif seseorang, kelompok, atau kelas dari suatu kebudayaan pada elemen-elemen kebudayaan asing ide, kata-kata, nilai, norma, perilaku. Dari defenisi akulturasi diatas kita dapat mengidentifikasi beberapa elemen kunci seperti a. Dibutuhkan kontak atau interaksi antar kebudayaan secara berkesinambungan. b. Hasilnya merupakan sedikit perubahan pada fenomena kebudayaan atau psikologis antara orang-orang yang saling berinteraksi tersebut, biasanya berlanjut pada generasi berikutnya. c. Dengan adanya dua aspek sebelumnya, kita dapat membedakan antara proses dan tahap; adanya aktivitas yang dinamis selama dan setelah kontak, dan adanya hasil secara jangka panjang dari proses yang relatif stabil; hasil akhirnya mungkin mencakup tidak hanya perubahan-perubahan pada fenomena yang ada, tetapi juga pada fenomena baru yang dihasilkan oleh proses interaksi kebudayaan. Berdasarkan beberapa defenisi akulturasi diatas maka dapat disimpulkan bahwa akulturasi merupakan suatu cara yang dilakukan sejak pertama kali melakukan kontak agar dapat beradaptasi dengan kebudayaan baru. 2. Buku Teks Pelajaran Perkembangan pendidikan sejarah tidak akan terlepas dari keterikatan peranan buku teks dalam proses pembelajaran. Secara umum teori buku teks menurut Buckingham bahwa “buku teks adalah sarana belajar yang biasa digunakan di sekolah-sekolah dan di perguruan tinggi untuk menunjang suatu program pengajaran” Tarigan, 2009, hlm. 12. Adapun berkait dengan penulisan sejarah maka buku teks juga tidak lepas dari tujuan pembelajaran dan subjek penggunanya. Hal ini dipertegas Sjamsuddin Mulyana, Gunawan, 2007, hlm. 195. Buku teks merupakan buku pegangan utama dalam proses pembelajaran learning dan pengajaran teaching yang digunakan oleh siswa dan disusun atau ditulis oleh guru atau pakar yang menguasai displinnya dengan tujuan untuk mempermudah proses pembelajaran bagi siswa. Dengan demikian sudah jelas buku teks memiliki tujuan lebih luas,selain dari proses pembelajaran seperti yang dipertegaskan bahwa buku teks sejarah adalah buku teks untuk kepentingan pendidikan sejarah Mulyana, 2012, hlm. 14. Hal diatas dapat disimpulkan buku teks pelajaran sekolah dalam teks/wacana harus memiliki kepentingan sejarah yang berorientasi pada pemaknaan secara tersurat atau tersirat dan nilai guna dari pendidikan sejarah melalui pembelajaran sejarah. Temuan pada buku teks Sejarah Nasional Indonesia dan Umum bertema Akulturasi Kebudayaanan Hindu-Budha-Islam. Konsep akulturasi kebudayaanan pada Hindu-Budha-Islam dalam kajian sejarah Indonesia maksudnya adalah kajian dalam buku teks sejarah Indonesia Bab III Proses Interaksi antara Tradisi Lokal, Hindu-Budha, dan Islam di Indonesia Kelas XI Program Ilmu Sosial dan Bahasa Kurikulum 2004, I Wayan Badrika penerbit Erlangga. 104 Yanyan Suryana Akulturasi Kebudayaan dalam Buku Teks Pelajaran Sejarah 
 Berkaitan dengan kesimpulan pengertian dan elemen-elemen kunci akulturasi kebudayaan,maka penulis pada kajian sejarah indonesia dalam buku teks tersebut mengidentifikasikannya. “Kedua unsur kebudayaan yang bertemu hidup berdampingan dan saling mengisi,namun perpaduan tersebut tidak menghilangkan unsur asli dari kedua kebudayaan” Badrika, 2004, hlm. 124. Hal diatas sudah menunjukan suatu pengertian akulturasi salah satu ciri nya menunjukan perpaduan dua kebudayaan yang saling berinteraksi untuk mewarnai kebudayaan baru tanpa menghilangkan unsur aslinya sehingga memiliki ke khasan. Dipertegas menurut graves 1967, akulturasi merupakan suatu perubahan yang dialami oleh individu sebagai hasil dari terjadinya kontak dengan kebudayaan lain,dan sebagai hasil dari ikut sertaan dalam proses akulturasi yang sedang dijalani oleh kebudayaan atau kelompok etnisnya. Perubahan yang terjadi pada tingkatan terlihat pada identitas, nilai-nilai, dan perilaku. “Jauh sebelum masuknya kebudayaan, masyarakat telah memiliki kebudayaan yang maju. Unsur-unsur kebudayaanan asli indonesia telah tumbuh dan berkembang dalam kehidupan masyarakat indonesia. Masuknya pengaruh Hindu-Budha ke Indonesia telah membawa perubahan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat Indonesia” Badrika, 2004, hlm. 124. Unsur-unsur kebudayaan tersebut diterima dan diolah serta disesuaikan dengan kehidupan masyarakat indonesia. Hal ini disebabkan pertama,karena sudah mempunyai kebudayaan yang tinggi sehingga kebudayaan luar menambah perbendaharaan kebudayaan indonesia. Kedua, bangsa Indonesia memiliki apa yang disebut dengan istilah local genius,yaitu kecakapan suatu bangsa untuk menerima unsur-unsur kebudayaan asing dan mengolahnya sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia. Dengan demikan menunjukan bahwa perpaduan dan interaksi kebudayaan yang berbeda mewujudkan kebudayaan baru tidak terlepas dari proses seleksi oleh masyarakat lokal asli Indonesia. Hal diatas dapat ditunjukan dalam fenomena peninggalan sejarah yang mendeskripsikan akulturasi kebudayaan Hindu-Budha dengan asli lokal Indonesia. “Seni bangunan candi Hindu dan Budha yang ditemukan di indonesia pada dasarnya merupakan wujud akulturasi kebudayaan,karena dasar bangunan candi ini merupakan hasil pembangunan bangsa indonesia dari zaman Megalithikum, yaitu dari bangunan punden berundak-undak. Punden berundak-undak ini mendapat pengaruh Hindu-Budha,sehingga menjadi wujud sebuah candi”. Badrika, 2004, hlm. 124 Adapun akulturasi kebudayaan yang nampak di indonesia juga ditunjukan oleh seni rupa/seni lukis pada candi,dipertegas menurut Soediman 1986 mengganggap bentuk stupa candi Borobudur yang menyerupai punden berundak sebagai local genius. “Unsur seni rupa/seni lukis telah masuk ke indonesia pada candi borobudur tampak adanya seni rupa India yang ditunjukan oleh relief cerita sang Budha Gautama yang di hiasi oleh alam Indonesia seperti lukisan rumah,hiasan burung merpati, hiasan bercadik” Badrika, 2004, hlm. 124. Hal tersebut menunjukan adanya dua unsur kebudayaan yakni India relief cerita sang Budha Gautama dan unsur asli lokal indonesia. hiasan alam, burung merpati, candik Hal ini menunjukan bahwa keberadaan relief di Indonesia sebagai wujud dari akulturasi. “Pada peristiwa sejarah tidak terlepas dari peranan kesusastraan sebagai upaya menjelaskan peristiwa sejarah dalam kontens kebudayaan masyarakat Hindu-budha yang berinteraksi dengan kebudayaan masyarakat lokal asli Indonesia. Bahasa sansakerta sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan sastra indonesia, seperti prasasti kerajaan Sriwijaya, Jawa Barat, dan Jawa Tengah, kitab-kitab kuno yang ditulis dengan bahasa Sansakerta dan tulisan Pallawa mendomina JPIS Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, Volume 26, Nomor 1, Juni 2017 105 sumber-sumber sejarah”. Badrika, 2004, hlm. 124. “Wujud akulturasi kebudayaanan Hindu ke dalam kehidupan masyarakat Indonesia adalah dengan adopsi sistem kalender penanggalan India yang menghasilkan kalender tahun Saka yang dipakai masyarakat pada saat itu” Badrika, 2004, hlm. 125. Maka bentuk pedoman waktu yang dipakai masyarakat Indonesia merupakan gabungan dari pengaruh Hindu di India dengan perhitungan kebudayaan lokal asli indonesia yang menghasilkan sesuatu yang baru yakni tahun saka yang dikenal juga perhitungan tanggal masyarakat Jawa tengah dan Jawa Timur seperti adanya kliwon, pahing, pon dan legi. Perkembangan selanjutnya dari akulturasi kebudayaan pada kajian sejarah indonesia dalam buku teks pelajaran sekolah ditunjukan adanya kepercayaan tehadap roh-roh kekuatan alam yang diistilahkan dengan dewa-dewa. “Masyarakat Indonesia sudah mengenal adanya kepercayaan berupa aninisme dan dinanisme, kemudian masuk Hindu-Budha terjadi akulturasi kebudayaan sebagai wujudnya muncul istilah pemujaan terhadap roh nenek moyang dan dewa-dewi di Indonesia”. Badrika, 2004, hlm. 125. Hal diatas tersebut menunjukan adanya suatu pengaruh kebudayaan India dengan kebudayaan lokal asli Indonesia yang kemudian menjelma menjadi suatu kebudayaananbaru dalam bentuk kepercayaan masyarakat lokal asli indonesia yang di dalam mendeskripsikan kedudukan kekuatan roh-roh aninisme sebagai asli kepercayaan masyarakat Indonesia dengan simbol nama dewa-dewa sebagai bentuk kepercayaan dari India, tetapi pada penerapannya di indonesia terjadi perubahan kebudayaan baru dalam kepercayaan yaitu istilah simbol dewa-dewanya berbeda nama akan tetapi sama memperlambangkan kekuatan yang sama. Perkembangan akulturasi kebudayaan di Indonesia selain diwarnai dnegan hindu dan budha dengan kebudayaan lokal asli Indonesia juga terdapat akulturasi kebudayan islam,sehingga nampak lah wujud akulturasi di indonesia sangat banyak multikulturalnya. “Kebudayan Islam Indonesia telah mempengaruhi berbagai aspek kehidupan bangsa indonesia, namun dalam perkembangan pola dasar kebudayaan setempat yang tradisional masih tetap kuat, sehingga terdapat perpaduan seni tradisional asli Indonesia dengan kebudayaan Islam. Perpaduan kebudayaan itu disebut dengan akulturasi kebudayaan” Badrika, 2004, hlm. 136. Adapun wujud dari akulturasi kebudayaan diatas dapat dilihat dari beberapa peninggalan sejarah sebagai bukti dan fakta yang terdapat dalam buku teks sejarah nasional indonesia bab 3 kelas XI program Ilmu Pengetahuan sosial kurikulum 2004 berupa “
masjid-masjid kuno di Indonesia dari segi arsitektur berbeda dengan masjid-masjid di negara Islam di luar Indonesia ini terlihat dari bentuk atap yang bertingkat-tingkat lebih dari satu tingkat dan berbentuk limas secara tersusun dengan ukuran mulai dari atas kecil sampai besar pada tingkatan bawah”. Badrika, 2004, hlm. 136-137. Adapun kondisi tersebut dipertegas atas analisis menurut Sunanto 2010, hlm. 95-96 bahwa pengaruh tersebut dapat dilihat pada hal-hal sebagai berikut a. Bentuk atap masjid. Bentuk atap masjid tidak berbentuk kubah seperti Ottoman style, India style atau Syiro-Egyptian style. Namun berbentuk atap bersusun yang semakin ke atas semakin kecil dan yang paling atas biasanya semacam mahkota. Bilangan atapnya selalu ganjil,kebanyakan berjumlah tiga atau lima. b. Tidak adanya menara. Tidak adaanya menara pada arsitektur masjid di Jawa berkaiatan dengan digunakannya pemukulan bedug sebagai tanda masuk waktu sholat. Dari masjid-masjid tua di Jawa, hanya masjid di Kudus dan Banten yang ada menaranya, dan menara kedua masjid tersebut memiliki bentuk yang berbeda. Menara masjid Kudus berbentuk candi Jawa Timur Majapahit yang telah diubah, disesuaikan penggunaannya dan diberi 106 Yanyan Suryana Akulturasi Kebudayaan dalam Buku Teks Pelajaran Sejarah 
 atap tumpang. Menara masjid Banten adalah bangunan tambahan pada zaman kemudian, menara tersebut dibangun oleh Cordell, seorang pelarian Belanda yang masuk Islam. Bentuk menara masjid Banten adalah seperti mercusuar. c. Letak masjid. Masjid selalu terletak di dekat istana raja atau adipati/bupati. Di belakang masjid sering terdapat makammakam. Sedangkan di depan istana selalu ada lapangan besar alun-alun dengan pohon beringin kembar. Letak masjid selalu ada di tepi barat istana. Rangkaian makam dan masjid ini pada dasarnya adalah kelanjutan dari fungsi candi pada zaman kerajaan Hindu-Nusantara. Hal ini menunjukan bahwa perkembangan masjid di Islam di Indonesia menandakan adanya perpaduan atau istilah lain yakni akulturasi kebudayaan antara kebudayaan Islam dengan kebudayaan lokal asli Indonesia,karena jelas masjid kuno tersebut mempunyai ciri yang sangat berbeda dengan masjid-masjid di luar Indonesia secara umum seperti menara, atap dan letak masjid. Adapun mengenai letak masjid sangat jelas berbeda karena mayoritas masjid kuno yang berkembang di Indonesia berdekatan dengan istana kerajaan seperti Masjid Banten, Demak, Cirebon, Yogyakarta. Dipertegas menurut Woodward 2012, hlm. 87, Masjid Agung Demak yang disebut sebagai masjid tertua di Jawa, dan masjid-masjid keraton di Kota Gede Mataram memiliki bentuk atap bersusun seperti kuil-kuil Hindu Asia Selatan. Pola arsitektur ini tidak dikenal di kawasan dunia Muslim lainnya,maka dipertegas Dasuki Hafizh. 1998, hlm. 30 Hal ini berbeda dengan bentuk masjid di wilayah jawa tengah yang cenderung berbentuk piramida/limas seperti Masjid Demak, Masjid Agung Surakarta, dan Masjid Yogyakarta. “Model arsitektur makam pada masa Islam awal sangat dipengaruhi oleh kebudayaan hindu. Hal ini nampak pada bangunan atapnyayang bertingkat-tingkat. Model arsitektur dari masa awal 1 Mustoko/memolo; 2 Atap tumpang; 3 Soko guru tatal; 4 Mihrab; 5 Serambi; 6 model Mihrab di Masjid Agung Demak” Badrika, 2004, hlm. 137. Hal diatas menunjukan bahwa keberadaan makam di indonesia mengalami perpaduan akulturasi antar kebudayaan sehingga memiliki corak yang khas dari kondisi makam Islam di luar Indonesia. Hal ini dapat ditunjukan pada kajian sejarah buku teks pelajaran sekolah “komplek pemakaman pada zaman Islam di Indonesia dipengaruhi kebudayaan Hindu diantaranya 1 makam dan Gapura Sendang Duwur letaknya diatas bukit di daerah Tuhan; 2 Cangkup makam Putri Wari di Leran Gresik; 3 Makam Syeh Maulana Malik Ibrahim; 4 Makam Masjid Kudus bentuknya serupa dengan candi yang terdapat di Jawa Timur” Badrika, 2004, hlm. 138. Fenomena tersebut menunjukan perpaduan dan interaksi kebudayaan Hindu-Budha dan Islam bercampur menghasilkan kebudayaan baru yang hanya ada di Indonesia. Kesusasteraan zaman madya Islam berkembang di daerah selat Malaka, akan tetapi perkembangnya tidak sebesar kesusasteraan zaman purba Hindu-Budha. Hal ini dikarenakan tidak ada tempat khusus untuk melestarikannya seperti kesusasteraan purba yang masih tersimpan rapih di Bali. Kesusasteraan zaman madya Islam yang ada saat ini sebagaian besar merupakan hasil gubahan baru sebagai suatu bentuk akulturasi kebudayaan. Adapun hal diatas dapat dipelajari pada sejarah buku teks pelajaran sekolah yang menjelaskan sebagai berikut. “Perkembangan awal seni sastra Indonesia pada zaman Islam berkisar di sekitar selat Malaka sebagai pertumbuhan baru dan di Jawa sebagai perkembangan lebih lanjut dari seni sastra zaman Hindu”. Badrika, 2004, hlm. 139. Pada perkembangan akulturasi kebudayaanan Islam dengan kebudayaan lokal asli Indonesia terdapat gubahan karya JPIS Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, Volume 26, Nomor 1, Juni 2017 107 sastra hasil kebudayaan Islam berubah menjadi karya akulturasi kebudayaan baru di Indonesia. Hal tersebut menjadikan kesusastraaan Kesusasteraan zaman madya berdasarkan sifatnya dapat dibagi menjadi empat kelompok, yaitu hikayat, babad, suluk, dan kitab primbon. Pertama, hikayat merupakan cerita atau dongeng yang biasanya penuh dengan keajaiban dan keanehan tidak jarang pula, hikayat berpangkal pada tokoh-tokoh sejarah dan peristiwa-peristiwa yang benar-benar terjadi “Hasil sastra yang muncul pada zaman Hindu disesuaikan dengan perkembangan zaman Islam. Diantara karya sastra tersebut antara lain Mahabrata, Ramayana, dan Panctantra digubah menjadi hikayat pandawa lima, Hikayat Perang Pandawa Jaya, Hikayat Sri Rama, Hikayat Maharaja Rahwana, Hikayat Pancatantra dan sastra cerita panji tersebar di Asia Tenggara dalam seni sastra Islam di daerah melayu dikenal dengan Syair Ken Tambuna, Lelakon Mahesa Kumitir, Syair Panji Sumirang, cerita Wayang Kinundang, Hikayat Panji Kuda Sumirang, Hikayat Cekel Waning Pati, Hikayat Panji wilah Kusuma, dan banyak lainnya” Badrika, 2004, hlm. 139 Perkembangan akulturasi kebudayaan seni sastra diatas terdapat pula kitab-kitab Suluk. kitab parimbon Kitab Primbon memiliki kedekatan dengan Suluk. Primbon menerangkan tentang kegaiban. Berisi ramalan-ramalan, penentuan hari baik dan buruk, dan pemberian makna pada suatu kejadian. Contoh kitab Primbon adalah kitab Primbon Bataljemur Adam makna, dan kitab Primbon Lukman Hakim. “Kitab ini bercorak magis dan berisi ramalan-ramalan dan penentuan hari-hari baik dan buruk serta pemberian-pemberian makna pada suatu kejadian” Badrika, 2004, hlm. 139 Adanya doktrin Islam yang melarang untuk menggambarkan makhluk hidup dan memperlihatkan kemewahan, maka pada zaman awal Islam di Nusantara ada berbagai cabang kesenian yang kehilangan daya hidupnya, dibatasi, atau disamarkan. Misalnya, seni arca, seni tuang logam mulia, dan seni lukis, sehingga jenis seni tersebut kurang berkembang. Namun demikian, ada juga seni yang berasal dari zaman Hindu-Budha yang terus berlangsung walaupun mengalami penyesuaian dengan nilai-nilai Islam, misalnya seni wayang. Seni wayang dilakukan dengan dibuatkan cerita-cerita yang mengambil tema-tema Islam seperti Pandawa Lima, dan Kalimasada, dengan gambar manusianya disamarkan, tidak seperti manusia utuh supaya tidak menyalahi peraturan Islam. Menurut Sunanto 2010, hlm. 100-101, Cerita Amir Hamzah, bahkan dipertunjukan melalui wayang golek dengan tokoh tokohnya diambilkan dari pahlawan-pahlawan Islam. Wayang menjadi sarana yang efektif untuk menyebarkan nilai-nilai Islam pada saat itu. Di samping itu, muncul juga wayang yang dimainkan oleh orang-orang, sehingga drama dan seni tari masih tetap berkembang dengan disesuaikan dengan nilai-nilai Islam. Maka pada hal tersebut nampak adanya perpaduan dua atau lebih unsur kebudayaan dan interaksi kebudayaan menghasilkan kebudayaan baru yaitu pertunjukan wayang yang kebudayaan itu tidak terdapat aslinya di Hindu India tetapi hanya di dapat pada saat Islam berkembang di Indonesia yang termasuk karya inovatif sang wali Sunan Kalijaga dalam menanamkan nilai-nilai Islam. Hal diatas dipertegas menurut Yatim 2010, hlm. 203 adapun tema wayang yang telah dimasuki dengan nilai-nilai Islam dipentaskan sebagai sarana mengajarkan nilai-nilai Islam kepada para penonton, yang notabene telah masuk Islam karena telah mengucapkan dua kalimat syahadat. Perkembangan dan pertumbuhan akulturasi kebudayaan diatas merupakan sebuah peninggalan sejarah yang berkait dengan interaksi dan perpaduan manusia dalam melakukan aktivitas yang bernuansa kebudayaan sebagai hasil cipta karya baik abstrak atau konkrit. 108 Yanyan Suryana Akulturasi Kebudayaan dalam Buku Teks Pelajaran Sejarah 
 SIMPULAN Pada penulisan artikel ini penulis mengungkapkan suatu gagal paham bagi masyarakat awam yang hanya melihat pada aspek kebudayaan tanpa memahami bahwa proses terjadinya akulturasi budaya merupakan hasil perkembangan sejarah Indonesia. Pada kajian ini penulis menghubungkan kajian akulturasi kebudayaan tersebut melalui kajian buku teks sejarah sebagai pelajaran sekolah dengan maksud memahami makna sejarah dalam kepentingan pendidikan sejarah untuk membangun kesadaran sejarah dan pemaknaan nilai-nilai sejarah yang berkait dengan proses akulturasi kebudayaan, maka dipandang perlu peranan buku teks sejarah sebagai jembatan kepentingan pendidikan sejarah. Dalam hal menjembatani tersebut maka penulis melakukan analisis akulturasi kebudayaan dalam buku teks sejarah pelajaran sekolah dalam memahami konteks akulturasi budaya dalam kajian sejarahnya. Berkait dengan maksud di atas untuk dapat menemukannya dilakukan dalam suatu metodologi penelitian yaitu analisis teks/wacana kritis agar dapat menggali pemaknaan peristiwa sejarah terhadap akulturasi kebudayaan. Pada artikel ini sudah jelas bahwa metodologi historiografi buku teks pelajaran sekolah memiliki hubungan dan mempengaruhi pada proses terjadi dan terbentuknya akulturasi kebudayaan Hindu-Budha-Islam di Indonesia. Hal tersebut dalam analisis teks/wacana memerlukan suatu pikiran kritis maka penulis mengambil metodeloginya analisis teks/wacana kritis. Kaitan dengan maksud dan tujuan tersebut maka langkah awal penulis mendeskripsikan tentang kajian teori dari akulturasi kebudayaaan dan buku teks sejarah dalam pendidikan sejarah agar menjadi landasan pijakan dalam menemukan teks/wacana yang mengandung unsur akulturasi kebudayaan pada buku teks sejarah pelajaran sekolah kelas XI pada pembahasan bab III Proses Interaksi antara Tradisi Lokal, Hindu-Budha, dan Islam di Indonesia Kelas XI Program Ilmu Sosial dan Bahasa Kurikulum 2004, I Wayan Badrika penerbit Erlangga. REKOMENDASI Secara umum berdasarkan analisis teks/wacana dapat ditemukan teks/wacana yang mendeskripsikan tentang proses akulturasi kebudayaan pada peninggalan-peninggalan dan bukti sejarah pada masa Hindu, Budha dan Islam dengan budaya lokal asli di Indonesia. Adapun penulis pada kajian historiografi buku teks dalam pelajaran sekolah ini mengharapkan 1 dapat menjadikan suatu wawasan dan pengetahuan bahwa proses akulturasi kebudayaanan merupakan berhubungan dengan peristiwa sejarah, 2 menumbuhkan kesadaran sejarah dalam memahami kebudayaan, 3 mengingatkan peranan suatu teks/wacana dalam memberikan penafsiran pemaknaan akan nilai-niai aspek kehidupan baik yang berhubungan langsung atau tidak langsung dengan sejarah dan kebudayaaan. DAFTAR PUSTAKA Abdullah, T. Ed. 1985. Ilmu Sejarah dan Historiografi Arah dan Perspektif. Yogyakarta Gajah Mada University Press. Abdullah, Taufik. Ed. 1985. Ilmu Sejarah dan Historigrafi Arah dan Perspektif. Jakarta PT. Gramedia. Abullah, T. 2005. “Kata Pengantar” dalam Sartono Kartodirjo. Sejak Indisch sampai Indonesia. Jakarta Penerbit Buku Kompas. Adisukma Wisnu 2017. Akulturasi Kebudayaan Masa Islam Di Indonesia. kebudayaanmasa-Islam-di indonesia diakses pada 3 Maret 2017 jam WIB. Badrika Wayan I. 2004. Buku Paket Sejarah Nasional Indonesia dan Umum SMA. Jakarta Erlangga. JPIS Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, Volume 26, Nomor 1, Juni 2017 109 Dalam Simposium Pengajaran Sejarah Kumpulan Makalah Diskusi Jakarta Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1998. Hasan, S. Hamid 2008. Pendidikan Sejarah dalam Rangka Pengembangan Memori Kolektif dan Jatidiri Bangsa. Makalah Tribute untuk Prof. Sartono Kartodirdjo. Hasan, S. Hamid. 2012. Pendidikan Sejarah Indonesia. Bandung Rizqi Press. Helius Syamsudin, “Penulisan Buku Teks Sejarah Kriteria dan Permasalahannya”. Hidayat, Komarudin. 1996. Memahami Bahasa agama Sebuah Kajian Heureumatika. Jakarta Lembaga Studi Pers dan Pembangunan. Mark R. Woodward. Islam Jawa Kesalehan Normatif Versus Kebatinan. Yogyakarta LKIS Yogyakarta, 2012. Mulyana, A. 2012. Nasionalisme dan Militerisme Ideologisasi Historiografi pada Buku Teks Pelajaran Sejarah Nasional Indonesia untuk SMA Laporan Penelitian. Bandung Prodi Sejarah- SPS UPI. Tidak diterbitkan. Musyrifah Sunanto. 2010. Sejarah Peradaban Islam Indonesia. Jakarta Rajawali Pers. Badri Yatim. 2010. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta Rajawali Pers. Sobur Alex. 2002. Analisis Teks Media Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, Analisis Framing. Bandung PT Rosda. Soediman. 1986. “Local Genius dalam Kehidupan Beragama” dalam Ayotrohaedi. Kepribadian Budaya Bangsa Local Genius. Jakarta Pustaka Jaya. ... Education has been practiced in Indonesia since before man knew how to write, referred to as prehistoric times, and education at that time had a simple meaning education obtained through the environment with the goal of surviving Argaheni, 2020;Aritantia et al., 2021;Helaluddin et al., 2019;Zamroni, 2016. Following development education, education in development Hindu-Buddhist enters the classical era, at which time education has already seen development Mardiani et al., 2019;Suryana, 2017. ...Diah WicahyahAlvian Kisna AsyariDedi IrwantoLR Retno SusantiDevelopment Buddhist education on the island of Sumatra, specifically in the Srivijaya Kingdom, began in the seventh century. At the time, there was a city big a Chinese Buddhist monk I'Tsing who came see that Buddhism was very developed in life Public Srivijaya as well as he said many activity students who come to Srivijaya for study. The purpose of writing this is to have a deeper understanding of the entwined relationship between the Srivijaya Kingdom and India, particularly in the sphere of education. This article will not only analyze the relationship between education and Buddhism in South Sumatra, but will also describe Buddhist education, the relationship that exists between Kingdom Srivijaya and other countries in numerous fields, and provide proofactual links of cooperation in the sphere of Buddhist education that were previously connected The introduction of Hindu-Buddhist culture to Indonesia had a significant impact, such as the beginning of the development of religion and culture imported from India. This method of research is used in article writing to gather knowledge and resources in the form of articles, journals, books, and ebooks. As a result of the research, more detailed information about the entry and development of Buddhism in South Sumatra, as well as the types of relationships and physical evidence, is available.... This is because this tradition is thought to have existed in Indonesia for centuries, since the arrival of Islam. In addition, this tradition is thought to be related to Islamic principles, In addition to bathing in the river with lime which is considered to purify the body, this ritual is also used to increase the sense of brotherhood among Muslims by visiting each other and apologizing Mawarti, 2020 Indonesia, but if it is not addressed properly it has the potential to turn into conflict Suryana, 2017. ...The aim of this study is to examine the practice of Petang Megang tradition on indigenous Muslim Malay people in Pekanbaru Riau in welcoming the holy month of Ramadhan, and to investigate the influence of Hinduism on this annual tradition. Petang Megang ritual does not only function as a passed-on tradition, but also reflects the acculturation of Hindu and Islam, social interaction, and community culture. This research is a descriptive study, in which data obtained are presented, analyzed, and explained. This study found that Petang Megang tradition reflects a strong relationship between the two beliefs, Hindu and Islam. The relationship can be seen in the similar concepts of purification in Petang Megang which is similar to tirtayatra in Hindu and wudhu ablution in Islam. Despite bringing similarity to Hindu tradition, Petang Megang serves as a medium of Islamic dawah propagation where it introduces a cultural practice in its relation to religious event Ramadan. This study suggests that Petang Megang is a symbol of longstanding harmonious coexistence between Hindu and Islam in the region.... Initially, the ethnic Cirebon was always associated with Sundanese and Javanese. Later on, the community was also influenced by Hinduism, Buddhism and Islam, marked by the construction of Cirebon palaces in the 15th century, based on the Islamic religion Ambary 1988;Lawi 2018;Suryana 2017. ...Nia Yunia Lestari Purnama SaluraBachtiar FauzyCirebon is a unique city with 3 palaces, including Kasepuhan, Kanoman, Kacirebonan. The palaces are influenced by the history and culture of the Baluwarti palace, which is believed to have specific concepts in the arrangement and placement of building masses. This study examines the concepts underlying Baluwarti in the 3 Cirebon palaces. This is achieved by first studying the basis of Palace's trust rules used to regulate the mass placing of the palace building. Subsequently, the study uses an architectural anatomical theory consisting of the building site and scope, and the property-composition theory to explore the orientation and position of the Palace building. The results showed that the concept underlying Baluwarti in the 3 Cirebon palaces consists of Javanese and Sundanese cosmologies as building orientation, the type of land on which it was built, and Mahameru and the building position. This research contributes to the general architecture in the uniqueness of historical, cultural and local values. Also, it provides architectural information regarding the concepts underlying Baluwarti in the 3 Cirebon Anggraeni DyahFarhan Kahirillah ZeinKeraton Kasepuhan is located at Jalan Kasepuhan No. 43, Kampung Mandalangan, Kelurahan Kasepuhan, Kecamatan Lemah Wungkuk, Cirebon, West Java. Keraton Kasepuhan is a very luxurious palace and the most well preserved in the city of Cirebon, and it is currently the centre of government. The Keraton Kasepuhan was built by Prince Cakrabuana, and at that time the Keraton Kasepuhan was named Keraton Pakungwati. In 1483 Keraton Kasepuhan expanded and renovated by Sunan Gunung Jati. Consequently, the Keraton Kasepuhan is influenced by foreign cultures from Europe and China and local culture from Hinduism and Java. Currently, the historical heritage of the Keraton Kasepuhan is still well maintained and has a high architectural value. The purpose of this research is to understand the influence of foreign culture and local culture on the development of Keraton Kasepuhan Cirebon buildings, where the research method used is Qualitative Research Method with Phenomenological Approach undertaking interviews with history experts and field studies at Keraton Kasepuhan. The result of the analysis of the influence of foreign culture and local culture on the development of Keraton Kasepuhan building will emerge on how the influence of acculturation of foreign and local culture in Keraton Sejarah dan Historigrafi Arah dan PerspektifTaufik AbdullahAbdullah, Taufik. Ed. 1985. Ilmu Sejarah dan Historigrafi Arah dan Perspektif. Jakarta PT. Pengantar" dalam Sartono Kartodirjo. Sejak Indisch sampai IndonesiaT AbullahAbullah, T. 2005. "Kata Pengantar" dalam Sartono Kartodirjo. Sejak Indisch sampai Indonesia. Jakarta Penerbit Buku Paket Sejarah Nasional Indonesia dan Umum SMAI Badrika WayanBadrika Wayan I. 2004. Buku Paket Sejarah Nasional Indonesia dan Umum SMA. Jakarta Peradaban Islam. Jakarta Rajawali PersBadri YatimBadri Yatim. 2010. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta Rajawali Teks Media Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, Analisis FramingAlex SoburSobur Alex. 2002. Analisis Teks Media Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, Analisis Framing. Bandung PT Genius dalam Kehidupan Beragama" dalam Ayotrohaedi. Kepribadian Budaya Bangsa Local GeniusSoedimanSoediman. 1986. "Local Genius dalam Kehidupan Beragama" dalam Ayotrohaedi. Kepribadian Budaya Bangsa Local Genius. Jakarta Pustaka Sejarah dalam Rangka Pengembangan Memori Kolektif dan Jatidiri Bangsa. Makalah Tribute untuk ProfS HasanHamidHasan, S. Hamid 2008. Pendidikan Sejarah dalam Rangka Pengembangan Memori Kolektif dan Jatidiri Bangsa. Makalah Tribute untuk Prof. Sartono Sejarah IndonesiaS HasanHamidHasan, S. Hamid. 2012. Pendidikan Sejarah Indonesia. Bandung Rizqi Buku Teks Sejarah Kriteria dan PermasalahannyaHelius SyamsudinHelius Syamsudin, "Penulisan Buku Teks Sejarah Kriteria dan Permasalahannya".Memahami Bahasa agama Sebuah Kajian Heureumatika. Jakarta Lembaga Studi Pers dan PembangunanKomarudin HidayatHidayat, Komarudin. 1996. Memahami Bahasa agama Sebuah Kajian Heureumatika. Jakarta Lembaga Studi Pers dan Pembangunan. Makadari penuturan ini, penulis ingin mengenalkan sejarah dan keistimewaan dari Arab pegon tersebut. Sejarah Arab Pegon. Menurut Koentjaningrat, Arab pegon masuk ke Nusantara mulai tahun 1200 M atau 1300 M seiring dengan masuknya agama Islam menggantikan animisme, Hindu dan Budha.
Pembabakan sejarah menjadi masa kerajaan Hindu-Budha, masa kerajaan Islam, dan masa kolonialisasi bangsa barat adalah bagian contoh dari periodisasi dalam sejarah. Periodisasi sejarah sendiri diartikan sebagai pembabakan waktu yang dipergunakan untuk berbagai peristiwa. Kompleksnya peristiwa yang terjadi dalam kehidupan manusia pada setiap masa memerlukan suatu pengklasifikasian berdasarkan bentuk serta jenis peristiwa tersebut. Rentang waktu atau masa sejak manusia ada hingga sekarang merupakan rentang yang sangat panjang, sehingga para ahli sejarah sering mengalami kesulitan untuk memahami dan membahas masalah-masalah yang muncul dalam sejarah kehidupan manusia. Periodisasi dilakukan dengan tujuan untuk mempermudah pemahaman dan pembahasan sejarah kehidupan manusia. Berdasarkan penjelasan tersebut, jawaban yang benar adalah D.
dBvndj7.
  • uno8e34vkb.pages.dev/519
  • uno8e34vkb.pages.dev/707
  • uno8e34vkb.pages.dev/762
  • uno8e34vkb.pages.dev/70
  • uno8e34vkb.pages.dev/170
  • uno8e34vkb.pages.dev/493
  • uno8e34vkb.pages.dev/558
  • uno8e34vkb.pages.dev/681
  • kesinambungan sejarah antara masa hindu budha dengan masa islam